Senin, 21 Februari 2011

Kerancuan Mazhab Relativisme

oleh Sholehudin Moehtadi

Pernyataan  “kita tidak dapat mengetahui kebenaran absolut, karena hanya Tuhan yang mengetahuinya.” Adalah rancu. Sebab 5+5=10 adalah absolut, dan kita manusia mengetahuinya.

Jika yang dimaksud adalah bahwa kita tidak mengetahui kebenaran absolut seperti yang dimaksud Tuhan, ini berarti sebuah pernyataan ketidak-percayaan atas kenabian Muhammad Saw, manusia yang dipercaya Allah sebagai penyampai risalah-Nya. Sebab mustahil Allah menurunkan wahyu yang tidak bisa difahami oleh rasulnya sendiri.

Jika dikatakan “yang benar hanya Tuhan.” Maka yang mengatakan demikain itu mestinya mengetahui kebenaran yang diketahui Tuhan itu. Jika ia tidak mengetahui, maka mustahil ia dapat menyatakan bahwa yang benar secara absolut hanya Tuhan. Jika ia tahu maka pengetahuanya itu absolut. 

Benar, secara ontologis Tuhan itu  absolut dan manusia itu relatif. Tetapi secara epistemologis kebenaran dari Tuhan yang absolut itu telah diturunkan kepada manusia melalui Nabi dalam bentuk wahyu. Kebenaran wahyu (al-quran) yang absolut itu difahami oleh Nabi dan disampaikan kepada manusia. Manusia yang memahami risalah Nabi dapat memahami yang absolut.

Dan tentu saja, untuk dapat memahami risalah Nabi harus dengan bahasa yang digunakan Nabi dalam menyampaikan wahyu tersebut, bahasa arab. Sehinga orang yang tidak mengerti dalam bahasa arab ia tidak boleh berbicara soal Islam, apalagi mengkritisinya. Jika ia memaksakanya, berarti dia telah melanggar kode etik intelektual.

Jika dikatakan “ Itu kan menurut yang anda pahami, belum tentu orang lain sama pemahamannya dengan anda.” Maka jawabnya adalah “ pernyata’an anda ‘yang saya pahami belum tentu seperti orang lain pahami’ itu menurut anda. Sebab menurut orang lain bisa jadi yang saya pahami adalah yang orang lain pahami. Mumet kan? Ya, memang mumet jika kita terus meladeni kaum relativisme. Bukan cuma mumet, bahkan dunia ini bisa hancur. Sebab mereka merelatifkan pendapat-pendapat para imam. Mereka tidak mau mengakui otoritas keilmuan para mujtahid.

Yang paling rancu dari kerancuan-kerancuan kaum relativisme adalah ketika mereka menyatakan bahwa “ kebenaran itu tidak memihak.” Sebab, jika kebenaran tidak memihak, berarti kebenaran ada di semua pihak. Rancunya jika disatu pihak ada yang menyatakan Tuhan itu ada, dan dipihak lain ada yang menyatakan Tuhan itu tidak ada, maka kebenaran ada pada keduanya, karena kebenaran tidak boleh memihak. Yang demikian itu secara logis, kontradiktif.

Untuk lebih lengkapnya silahkan baca Liberalisasi Pemikiran Islam, Hamid Fahmi Zarkasyi.

sumber

2 komentar: