Rabu, 20 Juni 2012

detikNews : Ical Soal Korban Lapindo Jalan Kaki ke Jakarta: Capek Dong

http://news.detik.com/read/2012/06/18/173207/1944293/10/soal-korban-lapindo-jalan-kaki-ke-jakarta-ical-capek-dong?9911012
Jakarta Warga korban lumpur Lapindo peta terdampak terus memperjuangkan hak-haknya seperti pembayaran sisa ganti. Salah satu cara yang dilakukan, 2 perwakilan warga menggelar aksi jalan kaki dari Porong menuju Jakarta, Kamis (14/6/2012). Apa komentar Aburizal Bakrie, pemilik grup Bakrie di mana PT Lapindo Brantas bernaung?

"Tidak ada korban Lapindo, korban lumpur Lapindo. Kan Lapindo dinyatakan tidak bersalah oleh MA (Mahkamah Agung)," kata Aburizal Bakrie mengkoreksi ketika ditanya komentarnya mengenai korban lumpur Lapindo yang berjalan kaki ke Jakarta.

Hal itu disampaikan Ical, panggilan akrabnya sebelum pembukaan acara Muktamar Luar Biasa 'Satuan Karya Ulama Indonesia' di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, Senin (18/6/2012).

"Pak itu jalan kaki lho korban lumpur Lapindo?" cecar wartawan.

"Capek dong," jawab Ical yang lantas ngeloyor ke dalam kantor DPP Golkar.

Sebelumnya diberitakan 2 perwakilan warga korban lumpur Lapindo menggelar aksi jalan kaki dari Porong menuju Jakarta, Kamis (14/6/2012). Kedua orang itu, yakni Hari Suwandi (44) warga Desa Kedungbendo RT 8 RW 3 Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo. Hari yang berjalan kaki ini, akan mendapat pengawalan dari rekannya Harsowiyono alias Kopral (42) asal Desa Jatirejo RT 5 RW 1 Kecamatan Porong, Sidoarjo, yang mengendarai sepeda motor.

Kedua orang ini berangkat dari titik depan pos pantau BPLS Desa Siring, Porong Sidoarjo.
Sebelum berangkat menuju ke Wisma Bakrie dan Istana Negara Merdeka di Jakarta, Hari Suwandi melakukan sungkem dan sujud sungkur di depan orang tuanya, Paini (61). Kemudian, berpamitan ke istrinya Sribati (42) di atas tanggul.

Selain puluhan warga korban lumpur, ada seorang anggota DPR RI Komisi XI dari dapil Surabaya-Sidoarjo, Indah Kurnia, yang juga ikut melepas Hari yang dikawal Harsowiyono.

Usai dilepas, kedua orang ini berjalan menuju ke arah Sidoarjo menuju ke Surabaya, sambil memakai pakaian adat jawa dan memakai spanduk di depan bertuliskan: 'Korban Lapindo Perpres No 14 Tahun 2007 menuntut dan mencari keadilan, penyelesaian haknya Jalan Kaki Porong-Jakarta'.

"Saatnya hari ini kita berjihad dan berjuang menuntut hak kita sebagai korban lumpur Lapindo agar sissa pembayaran ganti rugi segera dilunasi dan agar tahu selain penanggungjawab lumpur Lapindo, Aburizal Bakrie, pemerintah sendiri juga mendukung aspirasi dari warga korban lumpur dalam peta terdampak," jelas Hari sambil berharap kedatangannya nanti bisa diterima Aburizal Bakrie maupun Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.


(nwk/mad)





_________________________________________________

http://korbanlumpur.info/berita/sosial/825-81-korban-alami-gangguan-paru-.html

81% Korban Alami Gangguan Paru


SIDOARJO– Ini fakta baru tentang derita korban semburan Lumpur Lapindo. Sedikitnya 81% warga korban lumpur yang tinggal di Desa Besuki Timur, Mindi, Jatirejo Barat mengalami gangguan paru-paru sehingga sesak napas.

”Pemerintah memiliki data ini. Tapi mereka hanya menyebutnya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) saja.Padahal,gangguan ini sangat dirasakan warga korban lumpur,” kata Yuliani, pendamping korban semburan Lumpur Lapindo dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia, yang dihubungi tadi malam.

Menurut Yuliani,jika dipersentasekan, 81% warga korban mengalami restriksi paru-paru, 9,4% mengalami obstruksi paru-paru,dan sisanya normal. Selain sesak napas,warga korban Lumpur juga mengalami kesemutan dan penurunan kekebalan tubuh.”Pada 2005 yang diderita korban lumpur masih ISPA, tapi kini sudah bertambah parah,” tandas Yuliani.

Korban lumpur Lapindo yang mengalami gangguan pernapasan, kesemutan, dan penurunan kekebalan tubuh ini tersebar di empat desa. Data SINDO menyebutkan, di Desa Besuki Timur terdapat 315 keluarga, Desa Mindi 289 keluarga, Jatirejo Barat 295 keluarga, dan Siring Barat 330 keluarga. Jumlah penderita gangguan kesehatan ini bisa bertambah. Hasil penelitian terbaru menunjukkan, kandungan logam berat dan timbal juga naik puluhan kali lipat.Jika kondisi ini dibiarkan, warga korban lumpur bisa terserang kanker.

” Daya tahan tubuh korban lumpur turun. Saya pernah mencoba bertahan sebulan di sana, dan hasilnya, saya langsung drop,masuk rumah sakit,” tandasYuliani. Sementara itu Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Ja’far meminta PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) segera menyelesaikan hak-hak korban lumpur Lapindo Sidoarjo yang belum mendapat pelunasan ganti rugi.Menurut dia penanganan korban Lapindo harus diperhatikan secara serius karena telah berdampak pada masalah sosial dan kesehatan.

“Yang penting sekarang bagaimana masyarakat yang terkena semburan Lapindo hakhaknya terpenuhi semua. Harus diperhatikan dalam bentuk nyata, bukan sekadar retorika saja,”kata Marwan. Menurut Marwan, penanganan korban lumpur Lapindo berjalan sangat lambat.Padahal masyarakat sudah menderita cukup lama menanti penyelesaian dari pihak perusahaan. “Kita butuh penyelesaian segera karena dampaknya signifikan sekali.

Baik itu dampak sosial, ekonomi maupun pendidikan. Memang ada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang anggarannya dari APBN.Tapi sekarang kan lagi ada gugatan ke MK, jadi kita tunggu saja hasilnya,” kata dia. Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun meminta penanganan korban lumpur Lapindo Sidoarjo yang dibebankan ke pemerintah melalui APBN-P 2012 sama dengan merampok uang negara.Itu artinya perusahaan Bakrie menyalahgunakan uang rakyat untuk kepentingan perusahaan.

“Menggunakan uang APBNP 2012 untuk membiayai korban Lapindo sama dengan merampok uang negara dan itu artinya juga merampok uang rakyat,”katanya. Menurut dia, penanganan korban lumpur Lapindo yang dibebankan kepada pemerintah melalui APBNP tahun 2012 juga merupakan bukti politik transaksional elite politik. Ubed menjelaskan, meluapnya lumpur Lapindo sebenarnya murni kesalahan manusia (human error) dari pihak pengebor.

Itu sebabnya seluruh pembiayaan meluapnya lumpur yang menenggelamkan ribuan rumah menjadi tanggung jawab perusahaan Bakrie. Menurut dia, kesepakatan melalui politik transaksional antara Partai Golkar dengan Partai Demokrat yang menghasilkan penanganan pembiayaan korban Lapindo masuk APBN-P 2012 menunjukkan bahwa pemerintahan SBY-Boediono lemah.“Fenomena tersebut juga menunjukkan pemerintahan SBY lemah dan mudah ditekan oleh pengusaha,” katanya.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Yudi Widiana Adia mengatakan, pasal tambahan dalam APBN-P tersebut tidak dibahas mendetail di Banggar DPR dan tiba-tiba muncul untuk kemudian disahkan. “Dalam pembahasan RUU APBN-P 2012, Banggar DPR memang tidak sempat menyoroti Pasal 18. Pasal tersebut muncul begitu saja.

Tidak ada pembahasan mendalam di Banggar. Anggaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) di postur tidak terlihat,tapi muncul saat perumusan RUU APBN-P 2012,”ungkapnya. Menurut dia, pembahasan pasal anggaran tersebut lebih banyak dilakukan oleh tim perumus di Banggar. Pihaknya sendiri menyayangkan hal tersebut karena seharusnya keputusan BPLS terkait dengan rekomendasi Komisi V DPR yang membidangi infrastruktur.

Sementara itu,skema pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo oleh PT Minarak Lapindo Jaya yang dilakukan mulai 16 Juni lalu dinilai tidak jelas. Pasalnya masih banyak korban lumpur yang belum mendapat pelunasan ganti rugi meski nilainya di bawah Rp40 juta.Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam melalui pesan singkatnya menyatakan tidak berkenan untuk diwawancarai. “Biarkan Minarak bekerja melakukan pembayaran ganti rugi sesuai dengan kewajibannya,” jelas Andi. (abdul rouf/ edi purwanto /nurul huda)

(c) seputar-indonesia.com

Selasa, 05 Juni 2012

Anonymous hacks, defaces drone maker - AnonSource Technologies

http://anonsource.org/news.php?item.2713.12
Monday 28 May 2012 - 11:10:55    
Hacktivists claiming allegiance to the international Internet collective known as Anonymous hacked and defaced Alpha Unmanned Systems (http://www.alphaunmannedsystems.com/) Saturday, May 27.

Anonymous hacktivists claim that Alpha Unmanned Systems, experts in designing simple and portable flight control systems, is “just another covert corporation funded by the CIA.”

Anonymous hacktivists claim border patrols and law enforcement agencies will be missing some drones soon, and imply there are serious problems with “manual remote control of the UAVs plus the video transmission.”

The following message has been posted on the company's website:

ANONYMOUS 3 : surveillancefags 0
ALL THE DRONES TANGO DOWN!!!
This is just another covert corporation funded by the CIA.
And just as uavnavigation.com you have been hacked. Manual remote control of the UAVs plus the video
transmission, both without a proper encryption? Are you serious? Guess some border patrols and law
enforcement fags will soon miss some drones...LULZ, YOUR LEVEL OF FAILURE IS OVER 9000!!!
FREE BRADLEY MANNING!!!
STOP THE TORTURING AND KILLING of peaceful people in Syria and Bahrain!!!
STOP ATTACKING peaceful "occupy" protesters in USA, Canada, Germany, and all over the world!!!
CLOSE GUANTANAMO BAY!!!
And for god's sake, stop that Orwellian INDECT bullshit NOW!!!
Guys like you are nothing but tools of the terrorists of this world.
Terrorists like Bashar al-Assad (regime of Syria), Barack Obama (regime of USA) and King Hamad (regime of Bahrain).
INDECT is a threat to your privacy. STOP INDECT!!!
And once more, for god's sake: FREE BRADLEY MANNING, finally!!!
We are Anonymous,
we are legion,
we do not forgive,
we do not forget,
you should have expected us!
Oh...Your password for the admin panel was not safe, so we allowed ourselves to change it.
The other files from this server were wiped, so feel free to restore the backup from the NAS,
it may or may not contain a trojan... FOR THE LULZ!!! Power to the people! Hack the planet!

Source / Article: [link]
Defacement: [link]

Senin, 04 Juni 2012

Ternyata Dasar Negara Indonesia bukan Pancasila? - Salam Online

http://salam-online.com/2012/06/ternyata-dasar-negara-indonesia-bukan-pancasila-tapi-allah.html

Ternyata Dasar Negara Indonesia bukan Pancasila?


JAKARTA (salam-online.com): Bagi sebagian kalangan, diyakini 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Ini didasari pidato Bung Karno tentang Pancasila pada 1 Juni 1945. 

Karenanya, bagi kalangan ini, 1 Juni jadi tanggal yang, terutama pasca Orba, diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sejak Taufik Kiemas jadi Ketua MPR, pada setiap 1 Juni ia menggelar ‘hajatan’ di Gedung DPR/MPR, mengundang presiden, wapres, mantan presiden dan wapres.

Selama ini kita mengenal Pancasila sebagai Dasar Negara RI. Tapi menurut Dr Eggie Sudjana, SH. Msi, Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia tidak terdapat dalam UUD 1945. Bagaimana ulasannya? Berikut kronologi cerita tentang Pancasila ‘bukan Dasar Negara Indonesia’:

Adalah Ustadz Ahmad Sarwat, Lc yang dalam kolom konsultasinya pernah ditanya terkait dengan pernyataan Dr Eggie Sudjana, SH, Msi, yang dalam kesempatan sebelumnya melakukan debat dengan Abdul Muqsith dari kelompok Liberal dan Pluralisme Agama di salah satu stasiun televisi yang disiarkan secara nasional.

Debat ini dilakukan menyikapi bentrokan yang terjadi antara AKK-BB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) dengan FPI di Monas (1 Juni 2008) karena pertentangan dalam menghadapi kasus aliran sesat Ahmadiyah di Indonesia.

Berikut pertanyaan untuk Ustadz Ahmad Sarwat dalam kolom konsultasinya:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ana tertarik dengan apa yang disampaikan Bapak Eggi Sudjana di salah satu stasiun TV swasta. Beliau menyampaikan bahwa dasar hukum negara Indonesia yang benar adalah hukum Allah SWT.

Beliau berpijak dari sisi historis dan sosiologi bahwa sesuai dengan pembukaan UUD 1945 Negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan YME, dan hanya atas berkat rahmat Allah SWT Indonesia dapat merdeka.

Saya yakin kalau hukum yang bersumber dari Allah SWT ini dapat di terapkan, kita akan bahagia dunia akhirat

Mohon tanggapan Pak Ustadz…!

Terima kasih

Wassalam

Abu Mufid
bangmufid@gmail.com

Jawaban:

Dalam menanggapi pertanyaan di atas, Ustadz Ahmad Sarwat menyatakan hal berikut:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang cukup mengejutkan juga apa yang disampaikan oleh Dr  Eggi Sudjana, SH, Msi, dalam talkshow di TV swasta malam itu. Beliau menyebutkan bahwa kalau dicermati, ternyata justru negara Indonesia ini secara hukum bukanlah berdasarkan Pancasila. Sebaliknya, di dalam UUD 45 malah ditegaskan bahwa dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan sesuai dengan Preambule atau Pembukaan UUD 1945, Tuhan yang dimaksud tidak lain adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga secara hukum jelas sekali bahwa dasar negara kita ini adalah Islam atau hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pernyataan itu muncul saat berdebat dengan Abdul Muqsith yang mewakili kalangan AKK-BB. Saat itu Abdul Muqsith menyatakan bahwa Indonesia bukan negara Islam, bukan berdasarkan Al-Quran dan hadits, tetapi berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Mungkin maunya Abdul Muqsith menegaskan bahwa Ahmadiyah boleh saja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, toh negara kita kan bukan negara Islam, bukan berdasarkan Quran dan Sunnah

Tetapi tiba-tiba Mas Eggi balik bertanya tentang siapa yang bilang bahwa dasar negara kita ini Pancasila? Mana dasar hukumnya kita mengatakan itu?

Abdul Muqsith cukup kaget diserang seperti itu. Rupanya dia tidak siap ketika diminta untuk menyebutkan dasar ungkapan bahwa negara kita ini berdasarkan Pancasila dan UUD 45.

Saat itulah Mas Eggi langsung menyebutkan bahwa yang ada justru UUD 45 menyebutkan tentang dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan Pancasila. Sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1.

Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Eggi Sujana itu. Iya ya, mana teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila. Kita yang  awam ini agak terperangah juga mendengar seruan itu.

Entahlah apa ada ahli hukum lain yang bisa menjawabnya. Yang  jelas,  Abdul Muqsith itu hanya bisa diam saja, tanpa bisa menjawab apa yang ditegaskan leh Eggi Sujana.

Dan rasanya kita memang tidak atau belum menemukan teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila.

Diskusi itu menjadi menarik, lantaran kita baru saja tersadar bahwa dasar negara kita menurut UUD 45 ternyata bukan Pancasila sebagaimana yang sering kita hafal selama ini sejak SD. Pasal 29 UUD 45 aya 1 memang menyebutkan begini:

“1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”

Lalu siapakah Tuhan yang dimaksud dalam pasal ini, jawabannya menurut Eggi adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.. Karena di pembukaan UUD 45 memang telah disebutkan secara tegas tentang kemerdekaan Indonesia yang merupakan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam argumentasi Mas Eggi, yang namanya batang tubuh dengan pembukaan tidak boleh terpisah-pisah atau berlawanan. Kalau di batang tubuh yaitu pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Tuhan itu bukan sekadar Maha Esa, juga bukan berarti tuhannya semua agama. Tetapi Tuhannya umat Islam, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala..

Hal itu lantaran secara tegas Pembukaan UUD 45 menyebutkan lafadz Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal itu tidak boleh ditafsirkan menjadi segala macam tuhan, bukan asal tuhan dan bukan tuhan-tuhan buat agama lain. Tuhan Yang Maha Esa di pasal 29 ayat 1 itu harus dipahami sebagai Allah Subhanahu wa Ta’ala., bukan Yesus, bukan Bunda Maria, bukan Sidharta Gautama, bukan dewa atau pun tuhan-tuhan yang lain.

Lepas apakah nanti ada ahli hukum tata negara yang bisa menepis pandangan Eggi Sujana itu, yang pasti Abdul Muqsith tidak bisa menjawabnya. Dan pandangan bahwa negara kita ini bukan negara Islam serta tidak berdasarkan Quran dan Sunnah, secara jujur harus kita akui harus dikoreksi kembali.

Sebab kalau kita lihat latar belakang semangat dan juga sejarah terbentuknya UUD 45 oleh para pendiri negeri ini, nuansa Islam sangat kental. Bahkan ada opsi yang cukup lama untuk menjadikan negara Indonesia ini sebagai negara Islam yang formal.

Bahkan awalnya, sila pertama dari Pancasila itu masih ada tambahan 7 kata, yaitu: “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Namun lewat tipu muslihat dan kebohongan yang nyata, dan tentunya perdebatan panjang, 7 kata itu harus dihapuskan. Sekadar memperhatikan kepentingan kalangan Kristen yang merasa keberatan dan main ancam mau memisahkan diri dari NKRI.

Padahal 7 kata itu sama sekali tidak mengusik kepentingan agama dan ibadah mereka. Toh Indonesia ini memang mayoritas Muslim, tetapi betapa lucunya, tatkala pihak mayoritas mau menetapkan hukum di dalam lingkungan mereka sendiri lewat Pancasila, kok bisa-bisanya orang-orang di luar Islam pakai acara protes segala. Padahal apa urusannya mereka dengan 7 kata itu.

Kalau dipikir-pikir, betapa tidak etisnya kalangan Kristen saat awal kita mendirikan negara, dimana mereka sudah ikut campur urusan keyakinan lain, yang mayoritas pula. Sampai mereka berani nekat mau memisahkan diri sambil berdusta bahwa Indonsia bagian timur akan segera memisahkan diri kalau 7 kata itu tidak dihapus.

Akhirnya dengan legowo para ulama dan pendiri negara ini menghapus 7 kata itu, demi untuk persatuan dan kesatuan. Tapi apa lacur, air susu dibalas air tuba. Alih-alih duduk rukun dan akur, kalangan Kristen yang didukung kalangan sekuler itu tidak pernah berhenti ingin menyingkirkan Islam dari negara ini.

Dan semangat penyingkiran Islam dari negara semakin menjadi-jadi dengan adanya penekanan asas tunggal di zaman Soeharto. Semua ormas apalagi orsospol wajib berasas Pancasila.

Sesuatu yang di dalam UUD 45 tidak pernah disebut-sebut. Malah yang disebut justru negara ini berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan Tuhan yang dimaksud itu adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuai dengan yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 45.

Jadi sangat tepat kalau kalangan sekuler harus sibuk membuka-buka kembali literatur untuk cari-cari argumen yang sekiranya bisa membuat Islam jauh dari negara ini.

Namanya perjuangan, pasti mereka akan terus mencari dan mencari argumen-argumen yang sekiranya bisa dijadikan bahan untuk dijadikan alibi yang menjauhkan Islam dari negara. Sebab mereka memang alergi dengan Islam. Seolah-olah Islam itu harus dimusuhi, atau merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai.

Kita harus akui bahwa kalangan sekuler anti Islam itu cukup banyak. Dalam kepala mereka, mungkin lebih baik negara ini menajdi komunis daripada jadi negara Islam. Astaghfirullahal’azhiim.

Wallahu a’lam bishshawab

 Wassalamu ‘alaikum warahmatullah wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

eramuslim/salam-online.com

#IndonesiaTanpaJIL

http://www.indonesiatanpajil.com/

Bermula dari sebuah hashtag di Twitter, hingga menjadi gerakan nasional yang mengakar. Ribuan pemuda merespon seruan #IndonesiaTanpaJIL, mulai dari Twitter hingga Facebook. Tidak kurang dari tiga ribu orang memberikan dukungan kepada #IndonesiaTanpaJIL pada hari pertama dikumandangkannya gerakan ini di Facebook; jumlah yang berlipat menjadi 7.000 di hari kedua dan 10.000 di hari ketiga. Dari aktivis dakwah sampai pelajar SMA, dari eksekutif muda hingga ibu rumah tangga, dukungan untuk melawan pemikiran Jaringan Islam Liberal (JIL) terus mengalir. Jelaslah bahwa keinginan ini telah bersemayam di dada para pemuda Muslim Indonesia sejak lama, hanya saja sekarang ia mencapai puncak momentumnya.

 

Di dunia maya, para aktivis JIL tampil begitu berbeda dengan citra yang dipertahankannya di dalam tulisan-tulisannya atau di layar televisi. Jika sebelumnya mereka masih mempertahankan citra santun, ilmiah dan terpelajar, tidak demikian halnya di Twitter. Perang propaganda yang dilancarkannya kepada sendi-sendi ajaran Islam begitu vulgar dan provokatif. Bisa dikatakan, ada berkah tersembunyi di baliknya. Sebab, lontaran-lontaran yang begitu kasar itu justru dengan sendirinya menjelaskan kepada semua orang sisi buruk pemikiran mereka sendiri.

 

Sekilas tentang Islam Liberal

 

Islam liberal adalah pemikiran yang sepenuhnya lahir dari rahim Barat. Ia merupakan transformasi dari cara berpikir tipikal orang Barat terhadap Islam, yang ironisnya justru kini kurang populer di Barat sendiri. Islam liberal lebih dekat kepada liberalisme daripada Islam itu sendiri. Oleh karena itu, para aktivisnya lebih nyaman disebut ‘liberalis’ daripada ‘Islamis’.

 

Di Indonesia, terlebih lagi di dunia maya, kita menyaksikan para aktivis JIL begitu vulgarnya mempertontonkan pemikiran-pemikiran menyimpang. Mulai dari Ulil Abshar Abdalla yang berani mempertanyakan finalitas kenabian Rasulullah saw, hingga Syukron Amin – liberalis yang masih ‘bau kencur’ – yang berani menghalalkan ciuman dengan lawan jenis yang bukan pasangan suami/istri sah. Berbagai hal mereka gugat, mulai dari otoritas al-Qur’an hingga ke-ma’shum-an para Nabi dan Rasul. Segala hal mereka anggap ‘belum selesai’, mulai dari keharaman homoseksualitas hingga asal muasal agama itu sendiri. Inikah sikap kaum intelektual Islam yang sesungguhnya?

 

Kini, para pemuda Muslim telah bangkit. Dengan segala kelemahan dan kekurangannya, mereka mengepalkan tangan dan berdiri bersama, mengesampingkan segala perbedaan, ikhtilaf, madzhab dan harakah, untuk mewujudkan Indonesia tanpa JIL.

 

Tentang gerakan #IndonesiaTanpaJIL

 

#IndonesiaTanpaJIL adalah gerakan intelektual yg berpondasi pada pembangunan tradisi ilmu. Gerakan ini berawal dari sebuah hashtag #IndonesiaTanpaJIL di Twitter yang cukup fenomenal. Mengapa kami katakan fenomenal, karena dari hashtag itu kita melihat bahwa yang kontra dengan pemahaman yang dipopulerkan oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) sangat variatif. Dari mulai aktivis dakwah sampai anak-anak muda yang masih dalam tahap belajar bahkan ‘begajulan’ ikut menyuarakan penolakannya terhadap JIL. Pekerjaan ini adalah pekerjaan jangka panjang, bukan sekedar hura-hura sesaat, apalagi pengisi waktu luang. Oleh karena itu, #IndonesiaTanpaJIL tidak bersandar pada slogan, mission statement atau demo belaka.

 

Demo itu perlu, namun pekerjaan di balik layar jauh lebih penting. Kami menyeru kepada kalangan terpelajar, terutama sekali mahasiswa, untuk berbagi kepedulian tentang bahaya Islam liberal.  Mari kita gerakkan seluruh umat untuk menumbuhkan kembali tradisi keilmuan kita. Ramaikan rumah dengan buku, jadikan buku sebagai kawan duduk kita. Tulislah makalah-makalah dan buku-buku, selenggarakanlah seminar-seminar dan bedah buku. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

 

Mengapa menggunakan artwork

 

Artwork atau karya seni. Artwork disini bisa dalam bentuk grafis/foto atau bahkan video. Kami menganggap inilah salah satu media dari sekian banyak media lain yang bisa menjadi penyampai pesan yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Dan jangan kita lupa bahwa awal terbentuk JIL mulanya adalah dari pertemuan para seniman sastra, teater, musik, film, dan seni rupa. Sehingga dalam menyebarkan pemikiran nyelenehnya mereka sangat fasih karena menggunakan media seni yang mudah dipahami oleh masyarakat awam. Media artwork adalah media yang kami pandang pas untuk menyalurkan emosi dan harus kita akui masih ada beberapa pendukung gerakan #IndonesiaTanpaJIL yang masih belum bisa menyalurkan nya dengan pemikiran.

 

Oleh karena itu artwork kami jadikan sebagai ‘pelampiasan’, tentu dengan cara yang cerdas bukan caci maki personal2 JIL. Kita harus mulai bisa memahami cara kerja mereka, pernahkah anda melihat/mendengar mereka mencaci fisik ulama yang lurus ? Yang mereka kritik selalu pemikiran/pendapat sang ulama tsb. Sementara sebagian dari kita justru sebaliknya. Berteriak sambil mencaci maki pemikiran mereka apalagi pribadinya tidak akan membuat pemikiran nyeleneh mereka berhenti. Edukasi dan edukasi diimbangi dengan kesabaran yang tinggi, insya Allah akan menuai hasil yang jauh lebih efektif. Amin ya Rabb !

 

Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran bukan dengan sekedar hujatan dan caci maki. Semoga bisa dipahami bahwa ini bagian dari proses pembelajaran kita semua untuk pada akhirnya nanti bisa mematahkan serangan pemikiran mereka dengan pemikiran pula. Bukan dengan caci maki personal apalagi fisik.”

 

 

“Kalau kritikan kepada pribadi seseorang lebih dominan daripada kritikan terhadap pemikirannya seseorang itu, maka inilah ciri bahwa hal tersebut hanyalah hawa nafsu yang dibungkus dengan kritik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mencela kemunafikan, tapi sedikit sekali beliau menyinggung tentang orang-orang munafik secara personal, padahal mereka melakukan sebagian kemungkaran dengan terang-terangan.”

[Dr. Abdul Aziz Tharifi, Kepala Bidang Riset dan Penelitian Kementerian Urusan Islam, KSA]


KUNJUNGI #INDONESIATANPAJIL

#IndonesiaTanpaJIL Dialog dg Bule Jewish Liberal, disaat sama JIL blokir massal akun twitter yg kontra mereka http://www.youtube.com/watch?v=l-B-yxcJSyg

Jumat, 01 Juni 2012

Pancasila Masih Pro-Kontra, Bagaimana Sikap Kita? | Underground Tauhid

http://www.undergroundtauhid.com/pancasila-masih-pro-kontra-bagaimana-sikap-kita/

Underground Tauhid - Sejak bergulir Orde Reformasi hingga kini, Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia masih mengundang pro dan kontra. Setelah diperingati pada 1 Juni kemarin, demam diskusi Pancasila kini cukup tinggi. KH. Cholil Ridwan, Lc, salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, Pancasila hanyalah sebagai kendaraan sementara, bukan tujuan utama.

Dr. Adian Husaini, MA, dalam bukunya, “Pancasila bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam” (Jakarta: GIP, 2010) mengatakan, yang terpenting saat ini mendudukkan Pancasila secara tepat dan proporsional. Menurutnya, Pancasila sesungguhnya bukan pandangan hidup Islam, makanya perlu ditafsir secara Islam seperti yang diinginkan perumusnya.

Bagi sebagian kalangan, ideologi Pancasila adalah suatu keniscayaan. Apalagi ketika ancaman disintegrasi sering mencuat paska reformasi. Ideologi ini dapat menjadi ideologi pemersatu bangsa yang beraneka ragam suku, kepercayaan dan agama. Dalam konteks ber-Indonesia, lahirnya landasan negara (Pancasila) yang diperingati pada setiap 1 Juni adalah medium penghantar lahirnya semangat baru untuk selalu berintegrasi.

Roeslan Abdulgani (1976), pernah mengatakan bahwa secara politis Pancasila merupakan lambang rekonsiliasi nasional. Sedangkan arus sentral rekonsiliasi itu menurut Roeslan adalah nasionalisme. “Lima asas (dalam sidang Badan Persiapan Kemerdekaan pada bulan Juni 1945) yang dikemukakan Sukarno adalah nasionalisme, internasionalisme atau kemanusiaan, demokrasi, keadilan sosial, dan last but not least – terakhir tetapi bukan tidak penting – ialah kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa”, kata Roeslan.

Kontroversi Ideologi Pancasila

Akan tetapi, ideologi Pancasila, pasca reformasi, memancing pro-kontra dalam internal umat Islam. Gus Dur pernah memaknai Pancasila secara pluralis. Tiga tahun silam dalam acara Talk Show di Antv (02/06/2008) Gus Dur pernah menegaskan bahwa nilai-nilai kebhinekaan, toleransi dan pluralisme adalah esensi dari Pancasila. Tapi bila pluralisme itu dimaksudkan, berarti itu adalah fenomena keaneka ragaman. Maka ia sebenarnya salah mendefinisikan, sebab keanekaragaman itu bukan pluralisme tapi pluralitas di mana hal itu tidak masalah bagi Islam.

Bagi aktivis Islam Liberal, Pancasila memang ditumpangi sebagai pintu masuk ide-ide sekularisme dan pluralisme. Sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa, kata aktivis liberal bukan bermakna Tauhid, tapi sekuler. Seperti dalam buku “Esai-Esai Pemikiran Moh.Shofan dan Refleksi Kritis Kaum Pluralis” (halaman.180), secara filosofis mengandung kebebasan berkeyakinan dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Kebebasan di sini berarti bahwa keputusan beragama dan beribadah diletakkan pada tingkat individu tidak terkait dengan campur tangan Negara.

Dalam pandangan Shofan, sila-sila Pancasila secara eksplisit melihat agama merupakan persoalan individu dan bukan persoalan Negara. Tugas Negara hanya memfasilitasi pemeluk agama dan memberi jaminan keamanan menjalankan agama. Jelas tampak bahwa pemikiran Shofan akan menggiring agama kepada ruang yang lebih sempit yaitu ruang privat, nilai-nilai agama boleh saja masuk ruang publik, namun dengan syarat nilai moral religi yang sudah menjadi kesepakatan umum. Pandangan ini sama dengan Jose Casanova yang mempopulerkan istilah deprivatisasi agama.

Piagam Jakarta

Semangat mengegolkan nilai-nilai sekularisme ini sebenarnya tidak hanya diaktivkan pada saat ini, pada awal-awal penetapan Pancasila sebagai asas Negara juga terjadi perdebatan hebat antara nasionalis-sekuler dengan Islam. Kegagalan memasukkan tujuh kata dalam sila pertama, merupakan awal kesuksesan kaum sekuler di Indonesia. Pada saat persiapan kemerdekaan, terjadi perdebatan hebat antara nasionalis-sekuler dangan Islam tentang asas negara. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya pada 22 Juni 1945 semua pihak sepakat terhadap Dasar Negara Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Poin penting bagi umat Islam dalam Piagam Jakarta tersebut adalah sila pertama Pancasila yang berbunyi: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Usai kesepakatan Soekarno mengatakan “Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama”.

Namun, meski telah disepakati, Lathuharhary tokoh dari pihak Kristen mengkritik sila pertama tersebut dan mengusulkan agar diganti karena akan merugikan pihak Kristen dan kaum adat. KH. Wachid Hasjim, tokoh NU, dan H. Agus Salim membantah bahwa tidak akan ada yang dirugikan karena syariat itu hanya untuk umat Islam saja. Bahkan Soekarno, yang Nasionalis, menanggapi bahwa Piagam Jakarta tersebut adalah hasil jerih payah semua pihak untuk menghilangkan perselisihan faham.

Akan tetapi, Piagam Jakarta yang telah menjadi kesepakatan antara golongan nasionalis-sekuler dengan Islam tidak berumur panjang. Secara mendadak Bung Hatta mengusulkan tujuh kata (Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dihapus karena ada ancaman dari pihak Kristen bahwa Indonesia Timur akan melepaskan diri dari NKRI jika tujuh kata itu ditetapkan. Akhirnya pada 18 Agustus tujuh kata tersdbut dihapus dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di sini jelas pihak Islam dikhianati. Dan belakangan diketahui bahwa cerita Bung Hatta tentang ancaman disintegrasi dari Indonesia Timur tersebut tidak dapat dibuktikan dalam sejarah. Peneliti muslim mencurigai bahwa semua itu adalah konspirasi Belanda untuk menekan kekuatan Islam di Indonsia. Apakah pihak Kristen-Sekuler berhenti sampai di sini? ternyata tidak. M. Natsir memperingatkan bahwa meski tujuh kata dalam sila pertama digugurkan, kaum Kristen-Sekuler tidak puas. Setelah pemilu pertama (1955) bidang Legislatif, kaum Kristen berusaha keras menggagalkan setiap usaha pengesahan undang-undang yang diinginkan kaum Muslim untuk dapat lebih mentaati ajaran-ajaran agama Islam.

Kegagalan pihak Islam tersebut membuka peluang kaum sekuler untuk memasukkan ide-idenya dalam negara Indonesia. Imbasnya dapat dirasakan oleh umat Islam pada saat ini. Pada zaman Orde Baru, mantan Presiden Soeharto, mencanangkan asas tunggal Pancasila bagi setiap ormas dan organisasi partai politik. Pancasila sebagai satu-satunya ideologi dan pandangan hidup seperti dipaksakan kepada rakyat Indonesia. Umat Islam pada masa itu tertekan, kasus Jilban dan pembantaian umat Islam terjadi pada zaman tersebut. Sementara pihak Kristen-Sekuler terus membayangi pemerintahan.

Pemahaman Pancasila cukup terasa menggiring bangsa Indonesia pada nilai-nilai sekuler dan pluralis. Penulis masih ingat ketika duduk di SMU, para murid diajari nilai moral Pancasila yang diantaranya menyatakan bahwa hakikatnya semua agama mengajarkan kebaikan. Akibat dari pernyataan tersebut, dalam diri siswa tertanan pemahaman bahwa kelima agama di Indonesia adalah sama – yaitu sama-sama mengajarkan kebaikan. Sila pertama sebenarnya juga bermasalah, di dalam dunia pendiikan Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak pernah dijelaskan Tuhan yang mana? Dari segi kata memang itu tampak sesuai dengan Tauhid. Yang menjadi masalah adalah yang dimaksud Ketuhanan itu adalah Tuhan yang fleksibel yang diterima oleh semua kalangan dan kepercayaan.

Bingkai Islam

Menyikapi ideologi Pancasila seperti sekarang, pernyataan M. Natsir cukup menarik. “Pancasila memang mengandung tujuan-tujuan Islam, tetapi Pancasila itu bukan berarti Islam” kata Natsir. Bukan berarti Pancasila sudah mewakili seluruh ajaran Islam, ia hanya sebagian kecil dari sekian banyak ajaran Islam. Sejak dihapuskannya tujuh kata dalam sila pertama, Pancasila telah kehilangan ruh Islamnya, disebabkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya telah diganti. Dan Pancasila dengan konsepnya seperti sekarang telah mengakar kuat.

Oleh karena itu yang bisa dilakukan umat Islam saat ini adalah mengislamkan Pancasila. Tidak ada yang salah jika tujuh kata itu dimasukkan kembali dalam Pancasila. Sebab, Piagam Jakarta – yang didalamnya memuat tujuh kata – memiliki landasan historis. Disamping pengembalian Piagam Jakarta, Pancasila sudah saatnya ditafsir secara Islami.

Hingga saat ini yang mendominasi tafsir Pancasila adalah kelompok-kelompok negarawan sekuler. Akibatnya, Pancasila menjadi tersekulerkan. Padahal yang diinginkan para perumus dari kelompok Islam (KH.Agus Salim dan KH.Wachid Hasyim) tidak bermaksud merumuskan konsep Pancasila yang sekuler, namun beliau ingin membentengi Pancasila dari interfensi kelompok-kelompok nasionalis-sekuler.

Wajar sekali bila kita teliti ternyata KH.Agus Salim dan KH.Wachid Hasyim berusaha sekuat, tenaga di tengah perdebatan hebat dengan kelompok sekuler, memasukkan nilai-nilai Islam dalam Pancasila. Setelah gagal menjadikan Islam sebagai dasar negara, maka jalan satu-satunya bagi Agus Salim dan Wachid Hasyim adalah mengemas Pancasila dengan kemasan yang bermuatan nilai-nilai Islam.

Kenyataannya memang, hanya Islam yang bisa menafsir Pancasila dengan baik. Sila satu misalnya yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Untuk mengetahui Tuhan yang mana dalam sila satu tersebut, dapat dirujuk pada pembukaan UUD ’45 yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…..”. Maka Tuhan yang dimaksud dalam sila satu tersebut adalah Allah. Begitu pula sila-sila selanjutnya, jika diteliti terdapat kalimat/kata yang berasal dari konsep Islam. Contoh “adil dan beradab” (sila ke-2), kata adab adalah konsep Islam. Dalam agama-agama lain tidak mempunyai konsep adab. Contoh lain sila ke-4 terdapat kata musyawarah. Bila diamati sila ke-4 ini tampak bertolak belakang dengan demokrasi. Sebab jelas-jelas sila tersebut menyebut musyawarah (dalam Islam disebut syuro) bukan demokrasi.

Demokrasi jelas beda dengan syuro. Memang para perumus Pancasila – yang di antaranya terdiri dari beberapa Kiai – ingin dasar negara Indonesia lebih Islami tidak tercampur dengan ide-ide sekuler seperti sekarang ini. Maka tugas kita, dalam posisi umat Islam seperti sekarang ada dua, pertama membuang penafsiran yang sekuler, dan yang kedua mengembalikan tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut, sebab itu adalah hak umat Islam Indonesia yang legal.

Oleh : Kholili Hasib – Penulis Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor Ponorogo Jurusan Ilmu Akidah

Rabu, 30 Mei 2012

Dahlan Iskan Presiden Freemason Berikutnya?

Tautan

http://www.globalmuslim.web.id/2012/05/propaganda-setan-dari-kementerian.html

Hasyim Muzadi Sayangkan Tuduhan Intoleransi Agama | Republika Online

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/05/30/m4tosb-hasyim-muzadi-sayangkan-tuduhan-intoleransi-agama
Hasyim Muzadi Sayangkan Tuduhan Intoleransi Agama
KH Hasyim Muzadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP) KH Hasyim Muzadi menyayangkan penilaian sejumlah delegasi negara anggota Dewan HAM PBB yang menyebut Indonesia intoleransi dalam beragama dalam sidang tinjauan periodik universal II (Universal Periodic Review - UPR) di Jenewa, Swiss.

"Selaku Pesiden WCRP, saya sangat menyayangkan tuduhan intoleransi agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia," kata Hasyim di Jakarta, Rabu (30/5).

Padahal, Indonesia, yang berpenduduk mayoritas Muslim, diakuinya, memiliki tingkat toleransi beragama yang tinggi.

"Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara Muslim mana pun yang setoleran Indonesia," kata Hasyim.

Bahkan, menurut Hasyim, Indonesia juga memiliki toleransi beragama yang lebih baik dibanding sejumlah negara di Eropa. Ia lantas membandingkan dengan Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan pendirian menara masjid, juga Prancis yang masih mempersoalkan jilbab.

Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) itu mempertanyakan ukuran intoleransi beragama yang dituduhkan oleh peserta sidang tersebut.

Kalau yang dipakai ukuran adalah masalah Ahmadiyah, kata Hasyim, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan "stempel" Islam dan berorientasi politik Barat.

"Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam Indonesia," katanya. Kasus GKI Yasmin Bogor, lanjut Hasyim, juga tidak bisa dijadikan ukuran Indonesia tidak toleran dalam beragama.

"Saya berkali kali ke sana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional dan dunia untuk kepentingan daripada masalahnya selesai," katanya.

Lebih lanjut Hasyim mengatakan, sulitnya pendirian tempat ibadah baru juga bukan ukuran bagi toleransi beragama karena persoalannya lebih pada persoalan lingkungan.

"Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang pendirian masjid juga sangat sulit .Belum lagi pendirian masjid di Papua. ICIS selalu melakukan mediasi," katanya.

Redaktur: Yudha Manggala P Putra
Sumber: Antara

Jumat, 25 Mei 2012

Kata – Kata Bijak Yang Koplak! Dasar Koplak! | Underground Tauhid

http://www.undergroundtauhid.com/kata-kata-bijak-yang-koplak-dasar-koplak/

Underground Tauhid - Kemampuan yang paling hebat, dan juga paling mengerikan dari para filsuf, sastrawan, dan penulis amatiran (seperti saya), adalah merangkai kata-kata.. Kemampuan persuasi, yang bisa membuat hal-hal yang sebenarnya koplak, terlihat bijak.. Suatu hal-hal yang jelas salah pun, akan bisa terlihat luar biasa benar, luar biasa masuk akal lengkap dengan argumen yang indah dan berbunga-bunga, yang kedengarannya muncul dari seorang bijak berjanggut yang sedang bersemedi di bawah pohon, lengkap dengan kicauan burung di latar belakang..

Kata-kata bijak berikut ini, saat pertama anda membacanya, anda mungkin akan manggut-manggut setuju, hati anda tersentuh, bahkan mata anda akan berkaca-kaca sambil menghela napas panjang sambil membatin: ‘iya juga yaa..’ Benarkah itu bijak? Yuk kita kritisi..

“Kita tidak perlu menghakimi keburukan orang lain.. Biarlah itu urusan dia dengan Tuhannya.. Hanya Tuhan yang tahu mana yang paling benar. Hanya Tuhan lah yang berhak menghakimi, di akhirat kelak..”

Wow, wow, wow, tunggu dulu.. Jika saja hanya Tuhan yang berhak menghakimi, mari kita bubarkan semua lembaga peradilan, karena manusia tidak berhak menghakimi bukan? Mau orang korupsi, mencuri, menjadi gay dan lesbian, menghina agama, bahkan membunuh orang lain, biarkan saja.. Toh kita tidak berhak menghakimi orang lain kan? Hanya Tuhan yang berhak.  Jadi jika ada polisi yang coba mendenda kita karena buang sampah atau merokok sembarangan di Singapura, tampar saja si sok tahu itu, dan katakan: “hanya Tuhan yang berhak menghakimi saya!!” Jika kita hanya membiarkan Tuhan yang mengadili semua keburukan-keburukan manusia di dunia, kita tidak perlu hukum lagi, dan mari kita kembali ke zaman batu (bahkan manusia zaman batu pun punya peraturan). Atau kita ikuti saja kata-kata teman saya: “Lemah teles, Gusti Alloh seng mbales..”

“Kenapa kita ribut-ribut masalah yang sepele sih? Pornografi diributin, penulis buku yang mempromosikan lesbi dihalangin.. Lady Gaga diributin.. Mendingan urusin tuh koruptor, mereka yang lebih berbahaya bagi bangsa kita ini..”

Weks.. Ini sih sama saja dengan: “Ngapain kita tangkap orang yang nyolong sandal, tuh yang maling motor aja dikejar..”. Lha perbuatan buruk, besar atau kecil, tetap harus dihalangi.. Jika orang tersebut menentang pornografi, bukan berarti dia diam saja terhadap koruptor kan? Bukankah lebih baik kita menjaga dari keduanya.. Katakan: say no to pornografi dan korupsi! Dua-duanya, menurut saya, cepat atau lambat, akan menghancurkan negara ini.. bahkan masyarakat barat sendiri pun cukup resah dengan pornografi, koq malah kita mendukungnya?

“Tuhan itu maha kuasa, maha agung, maha besar. Jadi ga perlu dibela. Jika kalian membentuk gerakan untuk membela agama, itu sama saja dengan kalian melecehkan kekuasaan dan kekuatan Tuhan. Tuhan ga perlu dibela..”

Weleh, tunggu sebentar.. Organisasi-organisasi agama yang dibentuk selama ini, dari agama manapun, didirikan untuk membela Tuhan, atau untuk kepentingan para pemeluk agama? Organisasi tersebut dibentuk untuk mengurusi, menyuarakan, dan mengakomodasi kepentingan para penganutnya.. Jika organisasi tersebut bertujuan melindungi kepentingan para anggotanya, kenapa dituduh sedang berusaha membela Tuhan? Saya koq tidak ingat ada organisasi agama yang visi dan misi organisasinya adalah: “untuk membela Tuhan di muka bumi..”

“Kenapa sih anti banget dengan seks bebas? Anti banget dengan rok mini? Padahal diam-diam toh suka nonton film porno, doyan seks juga, suka melototin paha juga.. Dasar otaknya aja yang kotor.. Bersihin tuh otaknya, jangan urusin pakaian orang lain.. Kalau otaknya bersih dan imannya kuat, mau ada yang telanjang di depannya juga ga akan tergoda.. Gak usah munafik dan sok suci deh..”

Lhaaa… Sebentar… Kelompok yang anti seks bebas bukan berarti mereka ga doyan seks ya.. Yang menjadi penentu adalah bagaimana cara kami menyalurkan hasrat kami.. Kami tentu saja suka seks, menikmati seks, tapi dengan pasangan kami, dengan cara yang bertanggung jawab.. Seks merupakan rahmat Tuhan, tapi nikmatilah secara bertanggung jawab.. Jika kami memang maniak seks yang suka meniduri semua makhluk yang berkaki dua, tentu saja kami dengan senang hati mendukung seks bebas.. Itu berarti kami makin bebas meniduri berbagai macam wanita tanpa harus pusing mikirin pampers dan susu, karena, dengan menyebarnya paham seks bebas, makin banyak wanita yang bersedia kami manfaatkan (dan kami tiduri), kemudian kami tinggalkan setelah puas..

Otak kami yang kotor? Ayolah, jika saja para lelaki diciptakan tanpa nafsu, maka sudah lama manusia punah.. Sudah kodratnya laki-laki akan tergerak nafsunya jika melihat paha wanita.. Jika ada lelaki yang dengan gagah berani bilang tidak tergerak nafsunya saat melihat paha wanita cantik, itu hanya omong kosong agar semakin banyak wanita yang memamerkan pahanya dengan senang hati.. Rok mini, memang diciptakan untuk memancing perhatian (dan nafsu) para lelaki.. Jika kami memang berfikiran kotor dan tak bisa menahan iman, tentu kami akan turun ke jalan untuk mendukung semua wanita memakai rok mini.. Makin banyak wanita yang bisa memuaskan nafsu kotor kami.. Jadi, siapakah yang berfikiran kotor dan tidak bisa menahan iman? Para lelaki yang menentang rok mini, atau pendukungnya? Para penentang seks bebas, atau pendukungnya?

Propaganda, seringkali seperti pelacur, menggunakan riasan tebal dan indah untuk menutupi kebusukan di baliknya..

Saya pernah tinggal di kos-kosan di Yogya, yang anak-anaknya terdiri dari berbagai macam aliran: agnostik, atheis, kejawen, liberal, penyembah keris, bahkan ada begitu bingung, sehingga akhirnya mengaku sebagai komunis relijius…

Dengan beragamnya fikiran yang pernah kami perdebatkan, diiringi menyeruput kopi dan menghisap rokok, fikiran saya dijejali dengan berbagai macam aliran lengkap dengan argumen yang luar biasa indah.. Mungkin itu yang membuat saya jadi terlatih mengasah logika, sambil garuk-garuk kepala, dan selalu mencoba melihat jauh ke balik kata-kata nan indah itu.. Nih, kata-kata bijak yang lagi trend saat ini:

“Lady Gaga koq diributin.. Apa bedanya dengan yang sudah ada di Indonesia? Penyanyi Indonesia juga banyak tuh yang seronok. Tuh penyanyi dangdut seronok masuk sampai ke kampung-kampung, ditonton anak-anak. Jika mau adil, yang seperti itu juga dilarang dong..”

Lha para pendukung kebebasan itu memangnya selama ini mendukung pelarangan pornografi sampai ke kampung-kampung? Dulu saat Inul banyak yang menentang, kaum liberalis juga menggunakan dalil yang sama: ‘yang lain juga dilarang doong’. Protes soal chef Sarah Quin (betul ga ya namanya?), juga ditentang dengan alasan: ‘dia ga sengaja tampil seronok koq’. Jika tempat-tempat maksiat digerebek, katanya menghalangi orang cari nafkah. Jika penyanyi dangdut seronok itu diprotes masyarakat sekitar, dijawab: urus dosa masing-masing, kalau ga suka ya ga usah nonton.. Bahkan di saat semua itu berusaha dikurangi dengan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi, banyak yang menjerit-jerit: “jangan memasung kebebasan berekspresi!” Intinya kan sebenarnya: “Jangan larang kami melakukan pornografi dan pornoaksi, di tingkat manapun! Mau kami menari bugil sambil mutar-mutarin baju di atas kepala di genteng rumah kami, yo jangan protes!” Jadi, kenapa membanding-bandingkan Lady Gaga ama Keyboard Mak Lampir? (julukan para pedangdut seronok di daerah kami..). Toh dua-duanya sebenarnya kalian dukung, atas nama kebebasan berekspresi? Kami, malah sedang berusaha menentang dua-duanya..

“Kita hidup dlm masyarakat yg sangat plural, sehingga setiap individu hendaknya bebas memilih & menjalankan apapun prinsip hidupnya (termasuk mendukung Irshad Manji atau Lady Gaga), lalu semuanya saling menghormati dlm segala perbedaan pilihan tsb”

Hmm.. Bijak dalam teori, kacau balau dalam praktek. Jika saja semua individu bebas menjalankan prinsip hidupnya, maka kita ga perlu nunggu suku Maya meramalkan akhir dunia. Bisa dibayangkan, jika banyak orang yang mendukung Sumanto, lalu menjalankan prinsip hidupnya sebagai kanibal, maka ayam goreng Kentucky ga bakal laris lagi, dan banyak orang yang nenteng-nenteng pisau daging dan botol merica di jalanan.. Atau, jika banyak orang yang mendukung Amrozi, kemudian menjalankan prinsip hidupnya sebagai pelaku bom bunuh diri, maka terminal bus way yang paling sesak pun akan bubar dalam 5 detik (termasuk penjaga tiketnya) begitu ada lelaki menyandang ransel datang mendekat..

Ya, ya saya tahu.. Argumen saya di atas pasti akan berusaha dimentahkan dengan argumen: “yang penting kan ga merugikan kalian” dalam bentuk kata-kata bijak nan koplak berikut:

“Apa salahnya dengan pornografi? Atau lesbi? Atau perbuatan-perbuatan maksiat lainnya? Toh ga merugikan anda. Jika anda tidak suka, ya ga usah ditonton, ga usah diikuti.  Jika takut anak anda terpengaruh, ya perkuat pendidikan iman anak-anak anda. Kalau iman sudah kuat, mau 1000 Lady Gaga datang ke Indonesia, iman kita (dan anak-anak kita) tidak akan terpengaruh..”

Hellooo.. Kita memang makhluk individu, tapi kita juga makhluk sosial. Setiap tindakan kita, sekecil apapun, akan berpengaruh terhadap lingkungan kita. Contoh gampangnya, kenapa kita protes sama tetangga kita yang buang sampah ke kali? “Toh sampahnya sampah dia sendiri (ya mana mungkin dia dengan ikhlas buangin sampahnya ente), kalinya bukan milik mbahmu, lantas kenapa ente yang sewot?” Lha memangnya kalo banjir, banjirnya muter-muter dulu cari siapa bajingan yang membuang sampah, lalu terus menyerbu menggenangi rumah tetangga anda saja sampai setinggi kepala?

Ok kita tidak suka perbuatan-perbuatan maksiat, dan kita berhasil menghindarinya. Lalu kita juga menanamkan iman yang kuat ke anak-anak kita, dan juga berhasil. Dan kita teriak ke luar sana: “Maree seneee Lady Gaga, Freddy Mercury, Jhon Kei dan Mak Lampir jadi satu!! Iman saya dan keluarga saya dah kuat koq!” Tapi sekian tahun ke depan, tiba-tiba ada anak tetangga kita yang kecanduan pornografi, lalu tidak tahan, dan akhirnya memperkosa anak perempuan kita.. Atau ada orang yang mabuk karena alkohol dan narkoba, lalu menabrak seluruh keluarga kita yang sedang jalan-jalan di trotoar.. Atau anak perempuan kita hilang, diculik sindikat yang menjualnya ke prostitusi.. Atau anak lelaki anda disodomi keluarga jauh anda.. Atau seorang pecandu merampok dan membunuh anda karena butuh uang untuk beli sabu.. Sama seperti banjir, ekses negatif dari perbuatan maksiat, tidak akan pernah pilih-pilih siapa korbannya, baik anda berbuat maksiat atau tidak..

Benar, bahwa kita tidak salah 100%, tapi, sebenarnya, kita tetap punya andil dalam hal itu. Kita sukses memperkuat iman keluarga kita, tapi kita abai dengan lingkungan kita. Itulah kenapa dalam Islam ada seruan: “amar makruf, nahi munkar”. Menyeru kepada kebajikan, mencegah kemungkaran. Jika kita mengabaikan kemunkaran di lingkungan kita, dengan prinsip: “urus dosa masing-masing”, yakinlah, cepat atau lambat, kita akan memetik hasilnya…

Masih enggan untuk amar makruf nahi munkar?

“Beri saya 10 media massa, maka saya akan merubah dunia..”

Saat ini, sungguh naif jika kita percaya media mainstream akan memberikan opini yang netral dan berimbang terhadap semua hal. Mereka akan memberikan opini yang sesuai dengan kepentingan sang pemilik (gimana kalo pemiliknya adalah Ryan Jagal?). Sungguh sangat berbahaya jika kita menganggap semua yang diberitakan media adalah berita yang 100% benar, tanpa berusaha mengkritisi dan mencari berita dari sudut pandang lain sebagai penyeimbang. Yuk, kita kritisi kata-kata bijak penutup ini..

“Menonton atau membaca pornografi, kekerasan, atau apapun tidak akan mempengaruhi saya. Toh semua manusia dibekali filter untuk menyaring, dan otak untuk berfikir. Jadi mau saya baca atau tonton ribuan kali pun , tidak akan merubah pendirian saya.. Satu kali nonton konser lady Gaga tidak akan membuat yg nonton jd pemuja setan dan lesbian kan?”

Hohohoho.. Yuk kita bandingkan keadaan sekarang dan keadaan 20 tahun yang lalu, tahun 80-90an. Zaman dulu, seks bebas di Indonesia masih sangat sedikit jumlahnya. Untuk kaum remaja saat itu, bergandengan tangan di depan umum saja, sudah menimbulkan ledekan yang membuat sang pelaku ingin menceburkan diri ke selokan terdekat. Lihat anak-anak sekarang? Mungkin anda sendiri yang dengan sukarela akan menceburkan diri ke selokan terdekat saat melihat gaya mereka berpacaran. Bahkan sekarang mereka dengan senang hati menyebarkan prilaku mereka dalam bentuk video yang jumlahnya mulai menyaingi produksi film porno Amerika dalam setahun.. Kenapa bisa bergeser? Apa anda kira para orang tua dan guru lah yang menanamkan dogma: “Anakku, kamu harus rajin-rajin seks bebas yaa, biar dapat rangking.. Yuk kita memasyarakatkan seks bebas dan menseks bebaskan masyarakat..”?

Jadi, siapa yang mengajari mereka? Jawabannya sederhana: media massa. Selama berpuluh-puluh tahun mereka menggempur otak bawah sadar kita dengan berbagai film, buku, berita, cerita, sinetron, dan lain-lain yang secara sangat halus menyiratkan: “Seks bebas itu hal yang biasa aja cooy.. Anak gaul, malu dong jika masih perawan di usia 18. Tuh, banyak artis idola kamu yang melakukannya.” Memang benar 1000 kali membaca, atau 1x nonton Lady Gaga belum tentu merubah kita.. Tapi, pesan-pesan itu ditanamkan selama berpuluh-puluh tahun, dalam bentuk jutaan pesan per tahun, dari berbagai arah, terhadap anda dan keluarga anda. Yakin anda dan keluarga anda tidak terpengaruh sedikitpun?

Siapa yang paling mudah bobol? Tentu saja anak anda. Anda kira, kenapa iklan McDonald dan rokok mengarah kepada anak-anak dan remaja? Karena merekalah berada dalam fase yang labil dan paling mudah dipengaruhi, dibandingkan orang tuanya. Saat mereka menjadi dewasa dan lebih bijaksana, rokok, junkfood dan seks bebas itu sudah menjadi kebiasaan mereka, candu mereka, sehingga mereka akan sangat sulit meninggalkannya, walau akhirnya paham kerusakan macam apa yang ada dibaliknya.

“Tetap ngga ngaruh maaas, iman gue kan KW1″ Mungkin. Tapi, sedikit banyak, anda akan terpengaruh. Anda akan menjadi permisif: “Biar ajalah orang lain melakukannya, yang penting aku tidak.. Toh banyak yang melakukan, dan itu bukan urusanku”. Itulah yang menjadi target selanjutnya: menanggalkan kontrol sosial anda.. Jika laju ‘cuci otak’ ini terus berlanjut, sepuluh tahun ke depan, jangan heran jika akhirnya kitalah yang mengekspor video porno ke Amerika dan masyarakat Amerika lah yang nonton konser Iwak Peyek Tour 2022..

“Jangan melihat siapa yang mengatakan dong. Kalau mau mengkritisi, kritisi gagasannya, kata-katanya, fikirannya. Jangan kritisi pribadi dan kelakuannya (bahasa alaynya: ad hominem).”

Oalaaah.. Saya beri contoh kasus ringan. Misalnya, kata-kata ini diucapkan dua orang yang berbeda: “Saya akan memajukan bangsa Indonesia. Saya akan berjuang menciptakan budaya bebas korupsi, pola hidup sederhana, dan mengikis habis kebohongan birokrat dan legislatif” Yang pertama, diucapkan oleh Buya Hamka. Satu lagi, diucapkan Angelina Sondakh. Saya rasa, yang pertama membuat anda manggut-manggut percaya, dan yang kedua membuat anda setengah mati menggigit bibir, lalu terguling karena tertawa terbahak-bahak.. Kenapa kata-kata yang sama persis, dengan nada sama persis, tapi diucapkan oleh dua orang yang berbeda, hasilnya bisa berbeda? Setiap kata-kata, sebijak apapun, selalu ada motif dibaliknya. Dan motif itu, sangat terkait dengan pribadi orang yang mengucapkannya. Jadi, kenapa kita tidak boleh mengkritisi pribadi yang mengucapkannya?

Jika anda ingin minta pendapat tentang gaya rambut, anda bertanya kepada penata rambut, atau ke tukang las? Jika saya bilang “lha masa tukang las mengerti soal gaya rambut”, apa itu ad hominem?

Kasus Irshad Manji adalah contoh lain yang gamblang tentang hal itu. Dia dibesar-besarkan media sebagai seorang reformis muslim yang berusaha mencerahkan umat Islam. Tapi di dalam bukunya, ia membantah prinsip-prinsip Islam sendiri dengan cara mempromosikan lesbian, gay dan transgender, menghina jilbab, bahkan meragukan kesempurnaan Al Quran..  Jika kita mengkritisi pribadinya yang lesbian (dan tentu saja ia akan berjuang keras agar lesbian dihalalkan dalam Islam) dan mengkritisi sikapnya yang meragukan Al Quran, di mana salahnya? Bukankah kita memang selalu menilai siapa yang berbicara, bukan hanya apa yang ia ucapkan? Bagaimana mungkin dia seorang muslim, jika ia meragukan Al Quran? Itu kan sama saja dgn ia mengaku lesbian, sambil menyatakan lagi jatuh cinta dgn Rhoma Irama.. Lha kenapa jika kami meragukan keislamannya, tiba-tiba muncul teriak-teriak histeris “Ad hominem! Ad hominem!?”

Nah, kata bijak terakhir ini, mungkin adalah yang paling masuk akal, dan paling sulit dibantah. Tapi mungkin juga, inilah kata-kata bijak yang paling koplak..

“Di masyarakat yang plural ini, janganlah ada pemaksaan kehendak. Biarlah setiap orang melakukan pilihannya sendiri, tanpa paksaan. Sesuatu yang dipaksa itu pasti tidak baik. Nilai yang dianut setiap orang berbeda, jadi jangan paksakan nilai yang kamu anut terhadap orang lain.. Jangan jadi tirani mayoritas..”

Sulit membantahnya kan?

Pertama-tama, saya tanya dulu: apakah sebagian besar dari kita memang dengan sukarela masuk kerja jam 8 dan pulang jam 5 atau bahkan lembur? Apakah memang kita yang memohon-mohon agar jatah cuti kita setahun cukup dua minggu? Apa anda memang luar biasa ikhlas dengan jumlah gaji anda sekarang? Jika tidak, kenapa anda tidak coba mengatakan kepada atasan anda sekarang:”Maaf pak, sebenarnya saya menganut paham bahwa kerja itu hanya 3 jam sehari, cuti 6 bulan dalam setahun, dengan gaji minimal 30 juta. Jadi, jangan paksakan kehendak bapak..”

Apa anda dulu saat remaja belajar dengan sukarela, ikhlas bin legowo?

Semua hukum dan undang-undang, apalagi dalam alam demokrasi, pada prinsipnya, adalah pemaksaan kehendak, dari sebagian besar masyarakat yang sepakat, kepada masyarakat lainnya yang tidak sepakat. Memangnya semua orang setuju dengan UU tentang Narkotika? Atau UU tentang Korupsi? Atau bahkan UU Pajak? Apa anda kira semua wajib pajak memang sudah gatal setengah mati ingin membayar pajak sebesar itu? Lha kenapa kaum liberal ga pernah menjerit-jerit di jalanan: “Jangan paksakan kehendak! Biarkan mereka bayar pajak seikhlasnya..”

Jadi kenapa, saat ada penduduk di suatu daerah setuju untuk memberlakukan perda anti prostitusi, perjudian dan miras, dengan hukuman cambuk bagi pelakunya, kaum liberal tiba-tiba lantang berteriak “Itu melanggar HAM!”. Anda kira memenjarakan orang itu tidak melanggar HAM nya untuk hidup bebas merdeka? Dan kenapa, ketika RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi berusaha disahkan, tiba-tiba saja prinsip demokrasi berdasar suara terbanyak dianggap sebagai tirani mayoritas? Jika memang begitu, ga ada salahnya dong jika para pecandu narkoba dan miras ramai-ramai naik xenia untuk demo di jalanan dan berteriak “Jangan jadi tirani mayoritas! Kalian sudah melanggar HAM kami untuk ajeb-ajeb sampai pagi..”.

Jika saja setiap undang-undang harus disepakati semua orang dulu baru bisa disahkan, maka kita tidak akan pernah punya undang-undang satu pun. Yang tidak boleh, adalah memaksa dengan kekerasan. Jika sudah banyak yang setuju, dan memang UU itu demi kebaikan bersama (sama seperti kita dipaksa belajar saat remaja), di mana salahnya?

Penutup

Jujur, saya tidak membenci orang-orang liberal. Beberapa teman-teman dekat saya adalah orang liberal. Dan saya tahu, beberapa dari mereka, memang yakin bahwa yang mereka perjuangkan adalah demi kebaikan bangsa.. Tapi, banyak juga di antara mereka yang hanya ingin menciptakan lingkungan yang tepat, untuk melampiaskan nafsu mereka..

Tapi, saya koq sama sekali tidak sreg melihat arah menuju kebebasan yang mulai sangat kebablasan ini. Lihat generasi muda kita. Terus terang, jika melihat gang motor melintas yang membuat saya ngeri, video porno remaja yang terbit seminggu sekali, anak-anak SD di warnet yang saling memaki sambil mendownload lagu “selinting ganja di tangaaan…”, remaja yang membentak ibunya, siswa SMP menjual diri demi beli handphone, dan penjual narkoba yang jauh lebih banyak daripada indomaret, saya kadang-kadang pingin kemas-kemas dan pesan tiket ojek sekali jalan ke Timbuktu. Bukan ini lingkungan yang saya bayangkan bagi saya dan anak-anak saya kelak.. Dan saya bisa bayangkan masa depan negara kita jika para remaja yang seperti ini yang menjadi para pemimpin kita kelak..

Lantas apa yang bisa kita lakukan? Mengharapkan media mainstream untuk mendidik remaja kita, sama saja seperti mengharapkan Lady Gaga mengisi kuliah subuh. Mereka lah yang menolak paling keras dan berjuang menggiring opini masyarakat setiap kali kita ingin negara mengendalikan mereka. Kadang-kadang, saya merasa, mereka lah yang menjadi lembaga superbody. Dan ingatlah: para wartawan media, adalah karyawan, yang tunduk pada kehendak majikan mereka.

Jurnalisme warga seperti kompasiana, forum-forum seperti kaskus, blog-blog, dan media-media online lainnya, mungkin itulah satu-satunya harapan kita di masa depan.  Sulit melawan media mainstream? Jelas, jika dilakukan sendirian. Tapi, saya yakin, banyak orang-orang yang memiliki nurani di luar sana yang, saya harap, bersedia menyeimbangkan dan memulihkan cuci otak masyarakat dari pengaruh yang telah media massa berikan. Ingatlah, revolusi raksasa yang merubah bangsa Arab sudah membuktikan, bahwa kekuatan jurnalisme warga yang bersatu bahkan mampu menumbangkan para pemimpin yang didukung salah satu negara terkuat di dunia. Demi hidup kita, dan hidup anak-anak kita, apa itu bukan sesuatu yang pantas diperjuangkan?

Orang-orang yang mencari kebenaran itu, seperti air.. Jika dihadang, ia berbelok. Dibendung, ia akan merembes. Bahkan jika dibendung dengan menggunakan beton dalam bendungan raksasa, ia akan menguap.. Ia tidak akan pernah lelah mencari jalannya…”

Oleh : Dian Jatikusuma
Red : Catalist Fist

Senin, 21 Mei 2012

VIVAnews - Lady Gaga Masuk Materi Rapat Komisi III DPR <<< sampesegitunya :D

[VIDEO]"No NATO, No War": U.S. Veterans of Iraq and Afghanistan Return War Medals at NATO Summit

http://www.democracynow.org/2012/5/21/no_nato_no_war_us_veterans
Iraq Veterans Against the War (Veteran Irak Menentang Perang) mengadakan upacara dimana hampir 50 veteran membuang medali perang mereka dengan melemparnya ke jalan ke arah tempat KTT NATO. Kami mendengar suara para prajurit saat mereka mengembalikan satu demi satu medali mereka di panggung. "Saya mengembalikan medali pengabdian "perang global terhadap terorisme" milik saya sebagai solidaritas kepada rakyat Irak dan Afghanistan," kata Jason Heard, mantan petugas medis yang menghabiskan 10 tahun di Angkatan Darat AS. "Saya sangat menyesal untuk kehancuran yang kita telah sebabkan di banyak negara dan di seluruh dunia."



Transcript

AMY GOODMAN: We’re broadcasting from Chicago, site of the largest NATO summit in the organization’s 63-year history. While delegates from 60 nations are meeting in the heavily secured McCormick Place convention center, thousands of antiwar protesters have been in the streets.

On Sunday, protesters marched from Grant Park to near the NATO summit. The march marked the largest protest in a week-long series of actions against the NATO summit. The march was led by veterans of the Iraq and Afghanistan wars as well as members of Afghans for Peace. At the end of the march, Iraq Veterans Against the War held a ceremony where more than 40 veterans discarded their war medals by hurling them in the direction of the NATO summit. Vietnam Veterans staged a similar protest outside the U.S. Capitol in 1971.

On Sunday—former U.S. Army Sergeant Alejandro Villatoro served during the Iraq 2003 invasion and in Afghanistan in 2011.

ASH WOOLSON: No NATO, no war!

VETERANS: No NATO, no war!

ASH WOOLSON: We don’t work for you no more!

VETERANS: We don’t work for you no more!

ASH WOOLSON: N-A-T-O!

VETERANS: N-A-T-O!

ASH WOOLSON: We don’t kill for you no more!

VETERANS: We don’t kill for you no more!

ALEJANDRO VILLATORO: At this time, one by one, veterans of the wars of NATO will walk up on stage. They will tell us why they chose to return their medals to NATO. I urge you to honor them by listening to their stories. Nowhere else will you hear from so many who fought these wars about their journey from fighting a war to demanding peace. Some of us killed innocents. Some of us helped in continuing these wars from home. Some of us watched our friends die. Some of us are not here, because we took our own lives. We did not get the care promised to us by our government. All of us watched failed policies turn into bloodshed. Listen to us, hear us, and think: was any of this worth it?

CROWD: No!

ALEJANDRO VILLATORO: Do these medals thank us for a job well done?

CROWD: No!

ALEJANDRO VILLATORO: Do they mask lies, corruption, and abuse of young men and women who swore to defend their country?

CROWD: Yes!

ALEJANDRO VILLATORO: We tear off this mask. Hear us.

IRIS FELICIANO: My name is Iris Feliciano. I served in the Marine Corps. And in January of 2002, I deployed in support of Operation Enduring Freedom. And I want to tell the folks behind us, in these enclosed walls, where they build more policies based on lies and fear, that we no longer stand for them. We no longer stand for their lies, their failed policies and these unjust wars. Bring our troops home and end the war now. They can have these back.

GREG MILLER: My name is Greg Miller. I’m a veteran of the United States Army infantry with service in Iraq 2009. The military hands out cheap tokens like this to soldiers, servicemembers, in an attempt to fill the void where their conscience used to be once they indoctrinate it out of you. But that didn’t work on me, so I’m here to return my Global War on Terrorism Medal and my National Defense Medal, because they’re both lies.

SCOTT KIMBALL: My name is Scott Kimball. I’m an Iraq war vet. And I’m turning in these medals today for the people of Pakistan, Iraq, Palestine, and all victims of occupation across the world. And also, for all the servicemembers and veterans who are against these wars, you are not alone!

CHRISTOPHER MAY: My name is Christopher May. I left the Army as a conscientious objector. We were told that these medals represented, you know, democracy and justice and hope and change for the world. These medals represent a failure on behalf of the leaders of NATO to accurately represent the will of their own people. It represents a failure on the leaders of NATO to do what’s right by the disenfranchised people of this world. Instead of helping them, they take advantage of them, and they’re making things worse. I will not be a part of that anymore. These medals don’t mean anything to me, and they can have them back.

ASH WOOLSON: My name is Ash Woolson. I was a sergeant. I was in Iraq in '03, and what I saw there crushed me. I don't want us to suffer this again, and I don’t want our children to suffer this again, and so I’m giving these back!

MAGGIE MARTIN: My name is Maggie Martin. I was a sergeant in the Army. I did two tours in Iraq. No amount of medals, ribbons or flags can cover the amount of human suffering caused by these wars. We don’t want this garbage. We want our human rights. We want our right to heal.

JACOB CRAWFORD: I’m Jacob Crawford. I went to Iraq and Afghanistan. And when they gave me these medals, I knew they were meaningless. I only regret not starting to speak up about how silly the war is sooner. I’m giving these back. Free Bradley Manning!

JASON HURD: My name is Jason Hurd. I spent 10 years in the United States Army as a combat medic. I deployed to Baghdad in 2004. I’m here to return my Global War on Terrorism Service Medal in solidarity with the people of Iraq and the people of Afghanistan. I am deeply sorry for the destruction that we have caused in those countries and around the globe. I am proud to stand on this stage with my fellow veterans and my Afghan sisters. These were lies. I’m giving them back.

STEVEN LUNN: My name is Steven Lunn [phon.]. I’m a two-time Iraq combat veteran. This medal I’m dedicating to the children of Iraq that no longer have fathers and mothers.

SHAWNA FOSTER: My name is Shawna, and I was a nuclear biological chemical specialist for a war that didn’t have any weapons of mass destruction. So I deserted. I’m one of 40,000 people that left the United States Armed Forces because this is a lie!

STEVE ACHESON: My name is Steve Acheson. I’m from Campbellsport, Wisconsin. I was a forward observer in the United States Army for just under five years. I deployed to Sadr City, Iraq, in 2005. And I’m giving back my medals for the children of Iraq and Afghanistan. May they be able to forgive us for what we’ve done to them. May we begin to heal, and may we live in peace from here until eternity.

MICHAEL THURMAN: Hello. My name is Michael Thurman. I was a conscientious objector from the United States Air Force. I’m returning my Global War on Terrorism Medal and my military coins on behalf of Private First Class Bradley Manning, who sacrificed everything to show us the truth about these wars.

MATT HOWARD: My name is Matt Howard. I served in the United States Marine Corps from 2001 to 2006 and in Iraq twice. I’m turning in my campaign service—Iraq Campaign Service Medal and Global War on Terror Service and Expeditionary Medals for all my brothers and sisters affected with traumatic brain injury, military sexual trauma and post-traumatic stress disorder.

ZACH LAPORTE: My name is Zach LaPorte, and I’m an Iraq war veteran from Milwaukee, Wisconsin. Thank you. I’m giving back my medals today because I feel like I was duped into an illegal war that was sold to me on the guise that I was going to be liberating the Iraqi people, when instead of liberating the people, I was liberating their oil fields.

SCOTT OLSEN: My name is Scott Olsen. I have with me today—today I have with me my Global War on Terror Medal, Operation Iraqi Freedom Medal, National Defense Medal and Marine Corps Good Conduct Medal. These medals, once upon a time, made me feel good about what I was doing. They made me feel like I was doing the right thing. And I came back to reality, and I don’t want these anymore.

TODD DENNIS: My name is Todd Dennis. I served in the United States Navy. I have PTSD. I’m returning my Navy and Marine Corps Achievement Medal because it was given to me, according to my letter, because of hard work and dedication and setting the example. I was a hard worker because I buried my PTSD and overworked myself in the military. And I’m throwing this back and invoking my right to heal.

MICHAEL APPLEGATE: My name is Michael Applegate. I was in the United States Navy from 1998 to 2006. And I’m returning my medal today because I want to live by my conscience rather than being a prisoner of it.

DAVE: My name’s Dave. I served in the U.S. Navy from ’99 to 2003 and participated in the invasions of Iraq and Afghanistan. I was wrong to sign myself up for that. I apologize to the Iraqi and Afghani people for destroying your countries.

BROCK McINTOSH: My name is Brock McIntosh. I was in the Army National Guard and served in Afghanistan from November '08 to August ’09. Two months ago, I visited the monument at Ground Zero for my first time with two Afghans. A tragic monument. I'm going to toss this medal today for the 33,000 civilians who have died in Afghanistan that won’t have a monument built for them. And this is for the Afghan Youth Peace Volunteers.

VINCE EMANUELE: My name is Vince Emanuele, and I served with the United States Marine Corps. First and foremost, this is for the people of Iraq and Afghanistan. Second of all, this is for our real forefathers. I’m talking about the Student Nonviolent Coordinating Committee. I’m talking about the Black Panthers. I’m talking about the civil rights movement. I’m talking about unions. I’m talking about our socialist brothers and sisters, our communist brothers and sisters, our anarchist brothers and sisters, and our ecology brothers and sisters. That’s who our real forefathers are. And lastly—and lastly and most importantly, our enemies are not 7,000 miles from home. They sit in boardrooms. They are CEOs. They are bankers. They are hedge fund managers. They do not live 7,000 miles from home. Our enemies are right here, and we look at them every day. They are not the men and women who are standing on this police line. They are the millionaires and billionaires who control this planet, and we’ve had enough of it. So they can take their medals back.

CHUCK WINANT: My name is Chuck Winant. I’m here on behalf of six good Americans who really wanted to be here but they couldn’t be. They couldn’t be, because when they came to the U.S. border, they’d be immediately arrested. And the crime they’d be arrested for was refusing to continue to participate in the crimes against the people of Iraq and Afghanistan. And these good Americans, who are exiled now from this country, who deserve amnesty, are Private Christian Kjar of the U.S. Marine Corps; Private Kim Rivera, Army, Combat Action Badge, refused redeployment to Iraq; Corporal Jeremy Brockway, U.S. Marine Corps, Combat Action Badge, refused redeployment to Iraq; Specialist Jules Tindungan, Combat Infantry Badge, paratrooper, refused redeployment to Afghanistan; Sergeant Corey Glass, Army, refused redeployment to Iraq; and Sergeant Chris Vassey, paratrooper, CIB, refused redeployment to Afghanistan. I have their awards in my pocket, and I’m throwing them back, mad as hell!

AARON HUGHES: My name is Aaron Hughes. I served in the Illinois Army National Guard from 2000 and 2006. This medal right here is for Anthony Wagner. He died last year. This medal right here is for the one-third of the women in the military that are sexually assaulted by their peers. We talk about standing up for our sisters—we talk about standing up for our sisters in Afghanistan, and we can’t even take care of our sisters here. And this medal right here is because I’m sorry. I’m sorry to all of you. I’m sorry.

AMY GOODMAN: Members of Iraq Veterans Against the War throwing away their war medals outside the NATO summit here in Chicago. This is Democracy Now!, democracynow.org, The War and Peace Report. Back in a minute.

Aktivis liberal Guntur Romli, yang saat ini aktif di Komunitas Salihara di akun twitternya berkicau, "punya acara, banyak dapat iklan, bisnis murni, ngasih honor narsum cuma bisa beli siomay sama es cendol, ter-la-lu :D," katanya.

Sabtu, 19 Mei 2012

TERRORIST (?)

Rating:★★★★★
Category:Music
Genre: Rap & Hip-Hop
Artist:LOWKEY


Lowkey - Terrorist (Lyrics)

They're calling me a terrorist
Like they don't know who the terror is
When they put it on me, I tell them this
I'm all about peace and love
They calling me a terrorist
Like they don't know who the terror is
Insulting my intelligence
Oh how these people judge..

It seems like the Rag-heads and Paki's are worrying your Dad
But your dad's favourite food is curry and kebab
It's funny but it's sad how they make your mummy hurry with her bags
Rather read The Sun than study all the facts
Tell me, what's the bigger threat to human society
BAE Systems or home made IED's
Remote controlled drones killing off human lives
Or man with home made bomb committing suicide
I know you were terrified when you saw the towers fall
It's all terror but some forms are more powerful
It seems nuts how could there be such agony
When more Israeli's die from peanut allergies
It's like the definition didn't ever exist
I guess it's all just depending who your nemesis is
Irrelevent how eloquent the rheteric peddler is
They're telling us fibs, now tell us who the real terrorist is

They're calling me a terrorist
Like they don't know who the terror is
When they put it on me, I tell them this
I'm all about peace and love
They calling me a terrorist
Like they don't know who the terror is
Insulting my intelligence
Oh how these people judge..

Lumumba was democracy - Mossadegh was democracy
Allende was democracy - Hypocrisy it bothers me
Call you terrorists if you don't wanna be a colony
We used to bow down to a policy of robbery
Is terrorism my lyrics?
When more vietnam vets kill themselves after the war than die in it?
This is very basic..
One nation in the world has over a thousand military bases
They say it's religion, when clearly it isn't
It's not just Muslims that oppose your imperialism
Is Hugo Chavez a Muslim? Nah.. I didn't think so
Is Castro a Muslim? Nah.. I didn't think so
It's like the definition didn't ever exist
I guess it's all just depending who your nemesis is
Irrelevent how eloquent the rheteric peddler is
They're telling us fibs, now tell us who the terrorist is

They're calling me a terrorist
Like they don't know who the terror is
When they put it on me, I tell them this
I'm all about peace and love
They calling me a terrorist
Like they don't know who the terror is
Insulting my intelligence
Oh how these people judge..

Jumat, 18 Mei 2012

Sebagai yg mengaku penganut kebebasan (liberal) sejati, harusnya membebaskan kelompok lain juga berpartisipasi menuntun negara, jgn malah mau batasi kelompok lain, jadinya jatuh ke fasis juga... heheee

Lady Gaga Versus Dangdut Koplo? Lebih Porno Mana? Lebih Setan Mana? | Underground Tauhid

http://www.undergroundtauhid.com/lady-gaga-versus-dangdut-koplo-lebih-porno-mana-lebih-setan-mana/
Underground Tauhid - Pelarangan Lady GaGa untuk menggelar konser di Indonesia mendapat respon keras dari para penggemarnya hingga para pengasong Liberalis. Mereka menilai pelarangan tersebut telah melanggar kebebasan berpendapat. Banyak pihak yang berpendapat bahwa Lady GaGa sebenarnya hanya pekerja seni, dan tidak lebih seksi dari hiburan masyarakat yang telah mengakar di Indonesia, seperti dangdut koplo. Dangdut modern yang dimainkan satu grup musik atau orkes Melayu (OM), dengan biduanita yang kadang memiliki goyangan yang sensual.

Sayangnya, banyak dari mereka juga yang tidak memerhatikan aspek ideologis dari Lady Gaga. Contoh Jika kita teliti lebih jauh, baik video maupun lirik lagu Alejandro Lady Gaga, maka kita akan mendapati kesimpulan bahwa Alejandro sebenarnya bukanlah manusia ataupun laki-laki. Alejandro hanyalah simbolisasi dari perwujudan Tuhan yang coba diingkari oleh Lady Gaga sebagai antikristus dengan memasang salib terbalik di (maaf) kemaluannya. Sewaktu berucap Alejandro, Gaga mengangkat dua tangannya ke langit. Jadi terlihat dengan jelas Alejandro merujuk kepada tuhan bukan manusia.

Di video klip Alejandro, Hati Yesus terlihat dibawa pada awal-awal video Klip. Hal ini wajar karena Gaga pernah menempuh pendidikan di Sekolah Convent Of The Sacred Heart, ketika masih kecil. Ordo Sacred Heart of Jesus sendiri diprakarsai oleh Alexander Pope (1688-1744) yang merujuk pada ajaran penyembahan setan. Gambar Hati Yesus yang dililit paku adalah simbol freemason ditambah gagasan Rene Guenon dan Sayyed Hossein Nasr yang mengkaitkannya dengan Holly Grail.

Aksi Panggung

Diluar sisi ideologis bahwa Lady Gaga seorang penyembah setan. banyak juga yang membela Lady Gaga dengan membandingkan penampilannya dengan konser dangdut koplo. Aksi panggung berupa penampilan live baik dengan koreografi, goyangan atau atraksi lain di atas panggung. Lady GaGa biasa mempersiapkan konsep yang bakal ia hadirkan di atas panggung, tampil atraktif di hadapan ribuan penonton dengan koreografi yang sudah tertata.

Banyak pihak menyederhanakan gambaran panggung Lady Gaga seakan tidak seksotis biduan dangdut koplo yang menurut banyak pemberitaan seakan penyanyi dangdut local rata-rata memiliki kemampuan bergoyang yang menjadi ciri khas mereka. Proses improvisasi di atas panggung adalah faktor penunjang kesuksesan show mereka. Biduan juga punya pilihan untuk tampil seksi atau sekedar bergoyang biasa. Menurut para pembela Lady Gaga, artis satanik ini aksi panggungnya sebenarnya tidak berbeda dengan aksi dangdut koplo.

Dari segi kostum juga banyak pendapat kelompok yang menolak pembatalan konser Lady Gaga mengeluarkan opini adanya standar norma yang berbeda antara Indonesia dan Amerika memang menghadirkan gap tersendiri. Lady GaGa kerap tampil live dengan baju eksentrik, terbuka, atau bermodel bikini. Kostum tersebut masih bisa diterima oleh masyarakat Amerika, namun tampaknya bakal dipermasalahkan di Indonesia.  Lalu sekali lagi ini dibandingkan dengan standar kostum, meski biduan dangdut koplo yang seksi kerap tampil dengan goyangan hot dan kostum mini, standar mereka masih bisa sejalan dengan masyarakat.

Dan yang ketiga yang menjadi sorotan dari antraksi panggung Lady Gaga adalah masalah interaksi dengan penonton. Menurut sebagian medan yang membela Lady Gaga. terdapat perbedaan mendasar mengenai interaksi antara sang bintang dengan penonton. Dalam konser Lady Gaga, interaksi terjalin lewat komunikasi verbal, dan jarang ada penonton yang berada di atas panggung kala sang musisi tengah menggeber aksinya. Sementara itu bagi pembela Lady Gaga ini, penonton dan biduan dangdut koplo jauh lebih intim.  Apalagi bila ada tradisi saweran, penonton seolah berlomba-lomba berdiri di atas panggung bersama sang biduan, menaburkan uang dan kadang menyelipkannya ke bagian tubuh sang penyanyi, dan biduan dangdut koplo biasanya bergoyang semakin panas kala uang mengalir.

Dari sini, banyak pihak sepakat bahwa dangdut koplo itu lebih seronok dari Lady Gaga. Benarkah demikian? Yuk mari kita ikuti investigasi tim Undergroundtauhid.com setelah fakta bahwa Lady Gaga adalah seorang satanic (penyembah setan), benarkah Dangdut Koplo itu lebih seronok dari Lady Gaga?

Lady Gaga Di Konser Lollapalooza 2010

Di Konser Lollapalooza 2010, Lady Gaga justru pernah menunjukkan salah satu dari sekian aksi panggungnya yang penuh intrik pornografi. Lady Gaga saat itu hanya menggunakan sebuah baju setipis stocking kaki dan sangat transparan. Bahkan payudaranya (maaf) terlihat vulgar terbuka tanpa ada penutup. Jelas ini menjadi salah satu bukti betapa konser Lady Gaga memang identic dengan pornografi yang ekstrem.

Belum selesai sampai disitu, Lady Gaga bahkan melakukan tarian yang menggambarkan hubungan seks suami istri bersama salah satu personel bandnya sempat juga berciuman mesra. Belum puas juga sampai disitu, Lady Gaga bahkan melompat ke penonton dengan badan yang hanya dibalut stocking transparan dan membiarkan para penonton meraba tubuhnya secara vulgar.

Apakah sudah selesai sampai disitu? Oh tidak, Lady Gaga bahkan melakukan adegan ciuman dengan fansnya. Ciuman yang penuh nafsu menggambarkan keintiman yang dilakukan secara terbuka vulgar, ekstrem dan sangat sangat berani dengan salah satu penonton sambil membiarkan tubuhnya terus dirabah oleh para penonton.

Jika kita menarik aksi panggung Lady Gaga di konser Lollapalooza ini, jelas terlihat bahwa aksi panggung Lady Gaga jauh lebih porno dan cabul dari sebuah artis dangdut koplo. Belum pernah ada dalam sejarah Indonesia, aparat dan masyarakat membiarkan sebuah penyanyi dangdut menyanyi dengan badan hanya berlapis stocking dan membiarkan aurat tubuhnya terlihat vulgar tanpa penutup apapun alias telanjang bulat. Bahkan dari interaksi panggung sekalipun, belum ada sejarahnya seorang penyanyi dangdut moshing (baca:loncat) ke penonton dalam kondisi telanjang sambil membiarkan tubuhny diraba dan melakukan ciuman vulgar di arena terbuka.

Kalaupun Lady Gaga disuruh memakai baju yang pantas sesuai dengan budaya Indonesia, lalu siapa yang mau tanggung jawab kalau ditengah konser tiba tiba dia telanjang bulat seperti di konser Lollapalooza ini? Jjadi mengatakan konser Dangdut Koplo lebih porno dari Lady Gaga adalah jelas opini kerdil yang tidak mendasar. Terlebih Lady Gaga bukan hanya menunjukkan pornografi, tapi ia juga seorang satanik. Dangdut koplo itu juga memiliki unsur porno, tapi saat ini menghadang kehadiran Lady Gaga lebih prioritas, sesudahnya bukan tidak mungkin umat akan menggagas dangdut koplo juga dilarang dinegeri ini jika memiliki unsur pornografi. Fokus pada yang prioritas terlebih dahulu, dangdut koplo itu haram, lady gaga itu haram quadrat! tolak konser Lady Gaga di Indonesia!

Ket Foto:
1. Lady Gaga Saat Melompat Ke Penonton Dengan Badan Yang Hanya Di Balut Stocking Transparan
2. Lady Gaga Saat Akan Melompat Ke Penonton
3. Lady Gaga Berciuman Dengan Seorang Penonton, Dan 4 Foto Inset Menggambarkan Bagaimana Lady Gaga Membiarkan Badannya Diraba oleh para penonton.

Rep : Singgih
Red : Catalist Fist