Selasa, 01 Maret 2011

Ummi Icun: “Pertolongan Itu Datang Pada Saat Yang Tepat”

‘Aisyah Baraja biasa dipanggil Ummi Icun, mukminah kelahiran Solo, 15 Juni 1947, selalu berpenampilan tenang. Dalam usianya yang sudah senja, 64 tahun, wajahnya terlihat lebih muda dari usianya. Tidak tergambar sedikitpun, beratnya perjalanan hidup yang telah dilalui. Padahal, sudah lebih dari 40 tahun (rentang waktu yang cukup panjang) ummi mendampingi Ustad Abu Bakar Ba’asyir. Seorang ulama kharismatik yang istiqomah memperjuangkan tegaknya syari’ah Islam di Indonesia.  Karena gigihnya beliau berjuang, lewat dakwah tauhid yang disampaikan  “apa adanya” (sesuai Al Qur’an dan As Sunnah) membuat Amerika beserta antek-anteknya  geram. Mereka selalu berusaha menjauhkan ustad dari umat Islam khususnya di Indonesia. Beberapa kali ustad Abu dijebloskan kedalam penjara. Mulai  zaman Orde Baru hingga Orde “Reformasi”.

Bagaimanakah suka duka ummi Icun mendampingi sang suami tercinta (ustad Abu Bakar Ba’asyir ) mulai dari Gading, Solo, hingga hijrah ke negri jiran Malaysia dan kembali lagi ke Solo?
Berikut petikan wawancara kami bersama beliau semoga dapat diambil hikmahnya.

JMC : Assalamu’alaikum ummi, apa kabar?

Ummi Icun: Wa’alaikumsalam, alhamdulillah baik…

JMC : Bolehkah kami tahu, bagaimana suka duka perjalanan ummi selama mendampingi ustad Abu?

Ummi Icun :  Bismillahirrahmanirrahiim, Alhamdulillah saya sudah mendampingi ustad selama 40 tahun. Saya  menikah tahun 1970 (terhenti sesaat … tersirat keharuan yang dalam, bening butiran air mata menggenang dikedua pelupuk matanya. Sesaat ummi memutar  mundur episode perjalanan hidup beliau), tepatnya bulan Januari 1970. Ya Alloh … Alloh yang telah menjodohkan saya dengan ustad Abu… Sayapun ingin, memiliki suami yang dapat membimbing saya, dan ternyata telah dikabulkan oleh Alloh (dengan penuh haru, kalimat-kalimat itu diucapkan ). Selama perjalan pernikahan kami, alhamdulillah tahun 1972 lahir anak  pertama di Gading Solo, Pondok Al Mukmin yang pertama, masih sekolah diniyah . Seorang bayi perempuan yang kami beri nama Zulfa. Kehidupan seorang guru adalah kehidupan penuh kesederhanaan. Tapi Alhamdulillah saya bersyukur tidak pernah hari-hari yang tidak makan. Ustad Abu, Alhamdulillah orangnya sangat baik, dengan isteri, dengan orang tua, dengan anak-anak beliau orangnya lembut. Selama ini saya tidak pernah dimarah ustad Abu. Kecuali kalau ada hal prinsip yang saya keliru, beliau mengingatkan. Beliaupun tidak pernah berlaku kasar, sehingga hati saya tenang. Walaupun beliau jarang dirumah, tapi ketika dirumah waktu yang tersedia benar-benar dimanfa’atkan.  Dan beliau sangat mengayomi. Tahun 1974 lahir anak kami yang kedua Rosyid Ridho. Tahun 1975 kami pindah dari Ngading ke Ngruki.Dan Pondok Al Mukmin sudah berdiri disana, walaupun masih sederhana. Terdiri 1 bangunan untuk sekolah dan asrama. Masjid juga sudah ada, tapi masih kecil. Kemudian pada tahun 1977 lahirlah Abdurrohim. Saat Abdurrohim berusia 11 bulan, kami mulai menghadapi fitnah dan ujian. Di zaman Orde Baru Ustad Abu dituduh terlibat Komando Jihad. Pondok sempat digerebek, karena dicurigai menyimpan senjata. Padahal setelah dicari tidak ditemukan senjata apapun. Tahun 1978 ustad Abu ditangkap di Semarang. Mulailah ustad dipenjara oleh Laksusda. Dua pekan menjalani masa tahanan, ustad belum boleh ditengok. Tapi ummi tetap berusaha untuk dapat membesuk. Ustad Abu tidak sendiri ditangkap. Melainkan berdua dengan ustad Abdullah Sungkar rahimahullah. Akhirnya satu bulan kemudian ustad Abu boleh ditengok. Setelah beberapa bulan ditahan di penjara Laksusda, ustad dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Semarang. Saya menengok setiap 2 pekan sekali. Saat itu anak-anak masih kecil-kecil, Zulfa akan masuk Taman kanak-kanak, Rosyid belum sekolah dan Abdurrohim usia 11 bulan. Saya menjalani masa-masa itu dengan penuh kesabaran. Saat menengok kami lakukan bersama-sama.Ketika itu, untuk dapat berkunjung harus mendapat izin dari CPM di Candi dan itu jauh tempatnya. Kamipun harus menunggu berjam-jam sebelum mendapatkan satu lembar surat izin. Surat itu biasa kami dapat jam 12.00atau jam 13.00 siang.  Dari situ dengan kendaraan masih memerlukan waktu setengah jam untuk tiba di LP Semarang. Setelah ditahan selama 2 tahun di LP Semarang, ustad dipindahkan ke LP Pati ini lebih jauh lagi. Dari Solo, saya harus naik bis ke Semarang, lalu ke Kudus baru kemudian ke Pati. Hingga akan tiba kembali ke rumah, malam hari. Anak-anak dibawa secara bergantian. Untuk tuduhan diatas ustad menjalani hukuman 4 tahun penjara (setelah kasasi).

JMC : Mengapa ustad hijrah ke negri  jiran, dan kapan itu terjadi ?

Ummi Icun : Ustad hijrah, karena ingin menyelamatkan aqidah, waktu itu sedang gencar-gencarnya asas tunggal PancaSila. Dan itu diyakini sebagai sebuah kemusyrikan. Beliau pergi bersama ustad Abdullah Sungkar hafidzahullah, pada tahun 1985. Semula saya tidak tahu kemana beliau akan hijrah. Awal kepergian ustad, banyak petugas sering datang kerumah untuk menanyakan kemana ustad pergi. Yah, saya jawab tidak tahu karena saya memang tidak tahu. Terkadang saya  dipanggil ke Kodim. Saya bersyukur selalu diantar orang tua. Dan Allah SWT selalu memberi kekuatan dan keberanian kepada saya untuk menghadapi interogasi. Saya bergantung hanya kepada Allah SWT dan takut hanya kepada Allah SWT. Mereka mendatangi rumah saya selama sepekan dan itu biasa dilakukan malam hari, jam 21.00 wib.
Suatu saat saya sempat marah besar, karena waktu itu saya demam. Alhamdulillah Allah SWT memberi keberanian dan membimbing lisan saya. Dan itulah kunjungan terakhir mereka.

JMC : Kapan ummi menyusul ustad, dan bagaimana kehidupan ummi selama ditinggal ?

Ummi Icun : Saya dan anak-anak menyusul 2 tahun kemudian. Selama ustad disana, para santri ikut menjaga anak-anak saya. Mungkin ini do’a ustad Abu. Dulu saya pernah bicara ke ustad, “Anak-anak kebagian waktu sedikit, hampir seluruh waktu dipondok bagaimana ini ?.”  Ustad
menjawab, ”Kamu ndak usah khawatir saya mendidik para santri, insyaAllah, nanti Allah SWT yang mendidik anak-anak kita.” Ternyata itu terjadi. Begitu banyak pertolongan Allah SWT. Bahkan kami mendapat pembantu yang setia dan ikhlas. Untuk mencukupi kehidupan keluarga, saya melakukan apa yang saya bisa lakukan. Yang penting halal, dirumah saya sempat berjualan es, sama-sama dengan isteri ustad Abdullah (Abdullah Sungkar, red). Saya juga membatik, Subhanallah …. itu semua pertolongan Allah SWT. Saya juga sempat berjualan sepatu kesaudara-saudara. Untuk menghemat ongkos saya terkadang  berjalan kaki.

Lumayan untuk oleh-oleh anak-anak. Semua saya lakukan sesudah merampungkan urusan di rumah,  menyiapkan anak-anak dan mengantar ke sekolah. Selain itu, saya juga menitipkan kebutuhan pokok ke warung pondok, antara lain : gula, kopi, susu , sabun krim dan lain-lain. Dan saya tidak menyangka dari hasil usaha-usaha  tersebut, Allah SWT  mampukan saya untuk menabung.

JMC : Apa hikmah perjalanan hijrah ummi dan anak-anak?

Ummi Icun : Subhanallah… semua lancar, berkat kasih sayang dan pertolongan Allah SWT. Dan selalu saja, pertolongan itu datang pada saat yang tepat. Disana ukhuwahnya baik. Kegiatan saya mengurus keluarga, menjahit dan berdagang. Alhamdulillah, orang tua saya mengarahkan saya untuk belajar manjahit dan itu ternyata sangat manfa’at dikemudian hari. Ustad Abu dan ustad Abdullah kesibukannya berda’wah. Selain bertani dan berternak ayam. Kehidupan kami alhamdulillah cukup, tidak lebih. Alhamdulillah … anak-anak sabar dan nrimo (qona’ah) dengan keadaan yang ada. Dan ternyata lingkungan, banyak membantu terbentuknya akhlak karimah putra–putri kami. Disekolahpun Alhamdulillah mereka berprestasi baik.

JMC : Bagaimana perhatian ustad, terhadap pendidikan anak-anak?

Ummi Icun : Ustad Abu selalu mengarahkan dan cenderung kepada diin ( agama ). Kata beliau,” Jangan takut urusan dunia. Karena Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambaNYa. Jangan pernah meniatkan untuk kepentingan dunia.”

JMC : Apa nasihat ummi kepada isteri para mujahid?

Ummi Icun : Berusahalah selalu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan menjalankan amalan amalan sunnah, shaum sunnah dan qiyamul lail. Mohonlah kekuatan kepada Allah untuk sabar dan tawaqal. Dari pengalaman yang ummi jalani, Subhanallah begitu banyak dan dekatnya pertolongan Allah SWT. Seringkali dari jalan yang tidak kita duga. (firman Allah) Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

JMC : Apa harapan ummi terhadap persidangan ustad Abu, yang saat ini sedang digelar?

Ummi Icun : Harapan saya, ustad Abu bebas. Agar bisa berkumpul lagi, dan mengajar lagi di pondok. Selain keluarga, para santri juga merindukan kehadiran beliau di pondok. Cucu-cucu yang masih kecilpun kadang menanyakan keberadaan beliau. Alhamdulillah, dari 3 orang putra dan putri kami, saat ini Allah SWT sudah mengkaruniai 16 orang cucu.

JMC : Apa wasiat ustad, kepada isteri dan anak-anak?

Ummi Icun : Wasiat ada, tapi belum dibuka. Insya Allah nanti pada saat yang tepat.

Mendengar kisah perjalan ummi yang demikian mengesankan, menjadikan waktu 3 jam terasa sangat singkat. Namun karena hari sudah semakin sore, kami berpamitan untuk kembali pulang.

Subhanallah …

Sebuah perjalan panjang, yang sarat dengan nilai-nilai pengorbanan, kesabaran, keikhlasan dan istiqomah. Sikap tawaqal yang penuh, menjadikan ummi merasa nikmat menapaki perjalanannya mendampingi sang suami tercinta. Ini adalahpengakuan tulus seorang isteri yang setia dan sabar. Perjalanan belum berakhir ummi … Semoga Allah SWT mentakdirkan yang terbaik menurutNya.

Semoga Allah SWT mengabulkan permohonan ustad Abu, agar dapat tetap sabar, istiqomah dan khusnul khotimah. Demikian juga kepada keluarga beliau. Amiiin . [rianti/jmc]


sumber:

http://jatmediacenter.com/ummi-icun-pertolongan-itu-datang-pada-saat-yang-tepat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar