Sabtu, 10 Desember 2011

Sondang, Pelaku Bakar Diri Meninggal Dunia; Benarkah Indonesia Telah Menjadi Bangsa Bebal?

Sondang, Pelaku Bakar Diri Meninggal Dunia

Laporan Wartawan Tribunnews.com Andri Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nyawa pelaku bakar diri di depan Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (10/12/2011) berakhir sudah. Sondang Hutagalung menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 17.45 Wib.

"Sudah meninggal 17.45. Korban masih di dalam," kata Direktur Utama RSCM Akmal Taher saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (10/12/2011).

Ia mengatakan, pihak rumah sakit sempat memberi pertolongan jelang Sondang meninggal dunia. Walau sudah dibantu pernapasan selama 15 menit, nyawa Sondang tetap tak tertolong.

"Sempat ada bantuan pernafasan selama 15 menit," ungkapnya.

Sondang Hutagalung nekat membakar diri tepat di depan Istana Merdeka Jakarta, Rabu, 7 Desember 2011 lalu. Atas aksinya tersebut, Sondang terbaring di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dengan kondisi kritis. Ia adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Jakarta angkatan 2007.

http://www.tribunnews.com/2011/12/10/sondang-pelaku-bakar-diri-meninggal-dunia


Apa Pesan yang Disampaikan dari Aksi Bakar Diri?

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi bunuh diri dengan membakar diri sendiri terjadi di depan Istana Merdeka Jakarta, kemarin sore.  Aksi ini mengundang perhatian publik karena dilakukan depan Istana Merdeka, yang merupakan simbol tertinggi pemerintahan negara republik Indonesia.

Beragam komentar pun muncul. Apalagi terlihat ada unsur kesengajaan dalam aksi bunuh diri.
Aksi bunuh diri semacam ini sangat tren di kalangan Biksu Tibet. Dari sejumlah penelusuran Tribunnews.com, umumnya aksi semacam ini dilakukan Biksu Tibet  dengan membakar dirinya sendiri untuk memprotes kebijakan politik  China.


Aksi semacam ini sudah menjadi ritual dari para Biksu Tibet. Paling mutakhir, adalah aksi para Biksu Tibet yang menyuarakan protes dengan rela membakar dirinya agar Dalai Lama bisa kembali ke Tibet.

Lalu bagaimana dengan aksi bakar diri seorang warga depan Istana Merdeka. Apakah pesan yang disampaikan yang bersangkutan juga sama dengan para biksu itu? Memprotes kebijakan politik penguasa?


Ketua DPP Partai Hanura Yuddy Chrisnandi menjelaskan aksi bakar diri didepan Istana Negara yang merupakan simbol kekuasaan tertinggi Pemerintah RI adalah refleksi frustrasi rakyat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dinilai tidak membawa perubahan berarti bagi kehidupan rakyat.


"Aksi itu juga menunjukkan hilangnya rasa takut dan hormat kepada Kepala Negara dan aparat-aparatnya yg dianggap tidak berpihak pada penderitaan rakyat," kata Yuddy.

Dia mengatakan dalam keyakinan kalangan tertentu,membakar diri adalah peristiwa sakramen atau lazim disebut sacrifice.

"Itu sebuah pengorbanan tertinggi menyerahkan nyawa sebagai tumbal terjadinya perubahan yang lebih baik untuk menyelamatkan orang banyak," kata Yuddy.

Kata Yuddy, walaupun hanya dilakukan satu orang namun aksi membakar diri didepan Istana Negara mengundang simpati khalayak luas dan menumbuhkan solidaritas yang dapat kian membesar.


Benarkah Indonesia Telah Menjadi Bangsa Bebal
Kamis, 11 Agustus 2011 , 14:02:00 WIB

Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi

ILUSTRASI/IST

  

RMOL. Kerusuhan sosial di London, Inggris, dipicu oleh penembakan polisi yang menewaskan Mark Duggan.

Untuk ukuran Indonesia, penembakan dan peristiwa itu pasti dinilai sekedar sebuah peristiwa biasa saja. Dan mungkin juga persitiwa itu tidak akan pernah diliput televisi dan tidak akan menjadi pemicu protes massal.

Revolusi rakyat di Tunisia yang menjatuhkan Presiden Ben Ali dipicu oleh bakar diri tukang sayur bernama M Bouazizi. Bouazizi membakar dirinya sendiri gara-gara jualan sayurnya digerebek polisi Tunisia.

Untuk ukuran Indonesia, sebuah peristiwa seperti yang menimpa Bouazizi, adalah menu sehari-hari yang harus dihadapi pedagang kaki lima. Persitiwa ini juga tak lagi memicu sebuah revolusi.

"Ini jadi bukti betapa hinanya rakyat Indonesia di mata Penguasa dan kebalnya kesadaran serta empati masyarakat atas derita sesamanya. Peristiwa sedramatis dan setragis apapun yang terjadi di negara ini cuma jadi bacaan dan tontonan," kata Koordinator Gerakan Diskusi 77/78, M Hatta Taliwang, kepada Rakyat Merdeka Online (Kamis, 11/8).

Kata Hatta, publik memang tersentuh bila melihat perderitaan sesamanya. Namun cuma tersentuh sesaat, lalu dilupakan dan menunggu bacaan atau tontonan yang lebih seru lagi berikutnya.

Padahal peristiwa memilukan terus mendera negeri ini. Sebut saja misalnya, enam anak pasangan Jamhamid dan Siti Sunayah di Jepara yang  tewas karena sarapan tiwul.  Atau kisah tragis bunuh diri yang terus meningkat dalam setahun terakhir ini. Di Jakarta ada 174 yang bunuh diri, di Pacitan ada 16 orang yang bunuh diri, di Sragen ada 19 yang bunuh diri, di Wonogiri ada 22 orang yang bunuh diri.

"Bukankah bunuh diri itu bentuk protes massal kepada pemerintah dan juga kepada sesama manusia? Bahkan sekaligus kepada Tuhan?? Benarkah kita telah jadi bangsa bebal panca inderanya dan kebal nurani?" tanya Hatta. [yan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar